Minggu, 20 Oktober 2013

Bahaya faham inklusivisme, pluralisme agama, dan multikulturalisme

Oleh Hartono Ahmad Jaiz
Oleh Hartono Ahmad Jaiz


Apa itu inklusivisme? Inklusivisme itu adalah faham yang berbahaya bagi Islam.  Berikut ini penjelasan dari pihak kelompok liberal sendiri:

Yang dikembangkan dalam Islam Liberal adalah inklusivisme dan pluralisme.

Inklusivisme itu menegaskan, kebenaran setiap agama harus terbuka. Perasaan soliter sebagai penghuni tunggal pulau kebenaran cukup dihindari oleh faksi inklusif ini. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat  kekeliruan pada agama yang kita anut. Tapi, paradigma ini tetap tidak kedap kritik. Oleh paradigma pluralis, ia
dianggap membaca agama lain dengan kacamata agamanya sendiri.

Sedang paradigma plural (pluralisme): Setiap agama adalah jalan keselamatan. Perbedaan agama satu dengan yang lain, hanyalah masalah teknis, tidak prinsipil. Pandangan Plural ini tidak hanya berhenti pada sikap terbuka, melainkan juga sikap paralelisme. Yaitu sikap yang memandang semua agama sebagai jalan-jalan yang sejajar. Dengan itu, klaim kristianitas bahwa ia adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis (Rahman: 1996). Dari Islam yang tercatat sebagai tokoh pluralis adalah Gus Dur, Fazlurrahman (guru Nurcholish Madjid, Syafi’I Ma’arif dll di Chicago Amerika, pen), Masdar F Mas’udi, dan Djohan Effendi. (Abdul Moqsith Ghazali, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jakarta, Media Indonesia, Jum’at 26 Mei 2000, hal 8). (Lihat Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf, Pluralisme dan Pemurtadan, Pustaka Al-Kautsar, Jakrta, cetakan pertama, 2001, hal 116-117).

Inklusivisme itu menganggap ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat  kekeliruan pada agama yang kita anut. Itu jelas meragukan benarnya Islam, maka di situlah rusaknya keislaman seseorang ketika sudah meragukan benarnya Islam; berarti dia telah keluar dari Islam alias murtad.

Bagaimana bisa terjadi, MUI Bali kok pernah mengundang Eep Sefulloh Fatah untuk diangsu (diambil) ilmunya, padahal anjuran darinya justru mengandung masalah yang sangat berbahaya bagi Islam.

Ada ungkapan-ungkapan Eep yang berbahaya di antaranya:

1. MUI yang telah berfatwa Juli 2005 tentang haramnya faham sepilis (sekulerisme, pluralisme agama alias menyamakan semua agama, dan liberalisme) –yang di antara dedengkotnya adalah Ulil – malah Eep menyarankan agar MUI menghormati Ulil. Ini sama dengan membiarkan MUI pusat mengeluarkan fatwanya, namun Eep cukup menggerilya MUI daerah seperti yang ia lakukan terhadap MUI Bali itu.

2.  Eep menganjurkan bersikap inklusif, dengan menagatakan: ”Jadi menurut saya yang terpenting adalah bersikap inklusif dengan ketegasan tertentu yang kita yakini, jangan bersikap eksklusif dengan ketegasan yang kita yakini.” Perkataannya itu berbahaya, karena inklusivisme itu adalah faham yang
berbahaya bagi Islam. (http://www.nahimunkar.com/eep-ajak-mui-bali-hormati-ulil/)

Inti faham inklusivisme: tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat  kekeliruan pada agama yang kita anut.

Bagi Islam, faham itu adalah faham kufur alias ingkar terhadap Islam, pelakunya disebut kafir. Karena telah mengingkari mutlak benarnya Islam yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an:

ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (٢)

2. Itulah Al Quran yang tidak diragukan kebenarannya datang dari Allah, menjadi petunjuk bagi orang-orang yang taqwa, taat kepada Allah dan bertauhid (QS Al-Baqarah:2).

Lebih dari itu, ketika inklusivisme meningkat jadi faham pluralism agama maka jelas sangat bertentangan dengan Islam. Karena menurut faham pluralisme agama, klaim bahwa ia (suatu agama, bagi muslim ya Islam) adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis.

Penolakan (terhadap aqidah Islam yang menegaskan Islam adalah satu-satunya jalan yang benar) itu sama dengan menolak Islam. Karena dalam Islam telah jelas :

{وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [آل عمران: 85] {وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [آل عمران: 85]

85. siapa saja yang memilih agama selain Islam, Allah tidak akan menerima amalnya orang itu kelak di akhirat kelak termasuk orang-orang yang celaka nasibnya. (QS Ali ‘Imran/3 : 85).

Menolak Islam itu sendiri adalah kufur, orangnya disebut kafir. Nasib orang kafir telah dijelaskan, kekal di neraka Jahannam selama-lamanya.

{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ } [البينة: 6]

6. Orang-orang kafir dari kaum Yahudi, kaum Nasrani dan  kaum musyrik benar-benar akan masuk ke neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. mereka adalah manusia yang paling jahat. (QS Al-Bayyinah/ 98 : 6).

Jadi faham inklusivisme dan pluralisme agama itu adalah faham kufur yang sangat berbahaya bagi Islam. Menjadikan keyakinan Tauhid diganti dengan kekufuran. Bahkan masih ditingkatkan lagi dengan faham yang mereka sebut multikulturalisme, yang itu sama dengan pluralism agama, hanya saja semua kultur dianggap sejajar, parallel, dan tidak boleh ada yang mengklaim bahwa hanya kulturnya sendiri saja yang benar. Ketika demikian maka dianggap sumber konflik. Padahal, agama (Islam) hanya dianggap sebagai sub kultur, bagian dari kultur atau bagian dari budaya. Sehingga ketika Islam jelas-jelas ajarannya mengklaim sebagai satu-satunya yang benar (mereka sebut eksklusivisme itu tadi) maka dianggapnya sumber konflik, maka dianggap sebagai musuh bersama. Itulah jahatnya faham multikulturalisme

Kata multikulturalisme ini digunakan kelompok liberal sebagai usaha untuk tetap menyesatkan umat Islam yang mulai mengerti sesatnya pluralism dan pernah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dan faham pluralism agama itu ditolak ormas-ormas Islam.

Celakanya multikulturalisme ini sudah masuk ke kurikulum pendidikan agama Islam dari SD, SMP hingga SMA.

Yang cukup mencengangkan, pihak Kementerian Agama (Kemenag) sendiri justru sudah menerbitkan buku mengenai multikulturalisme ini. Salah satu judul buku Kemenag ini adalah”Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” (lihat Multikulturalisme Sama Bahayanya dengan Pluralisme  http://www.nahimunkar.com/multikulturalisme-sama-bahayanya-dengan-pluralisme/)

Apa bahayanya ?

Bahayanya, tiga faham tersebut (inklusivisme, pluralisme agama, dan multikulturalisme) itu adalah semua menolak Islam yang menegaskan hanya Islam lah yang benar, yang diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yang pemeluknya yang beriman dan beramal shalih ikhlas untuk Allah maka dijanjikan surga oleh Allah Ta’ala. Penolakan itu adalah kekafiran. Bahkan kemusyrikan. Karena dalam riwayatnya, orang Majusi yang menolak haramnya bangkai lalu dibisikkan kepada kafir Quraisy agar membantah Islam tentang itu, kemudian dijawab oleh Allah Ta’ala :

{وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ} [الأنعام: 121]

..dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (QS Al-An’am : 121).[i]

Ketika yang dibantah itu hanya satu bagian dari hukum Islam yakni haramnya bangkai saja ternyata bila diikuti maka menjadi orang-orang musyrik ; apalagi kalau yang dibantah itu seluruh Islam, disamakan dengan agama lain, maka jelas-jelas lebih nyata jadi orang musyrik. Dan itulah yang dilakukan oleh faham inklusivisame, pluralisme agama, dan multikulturalisme. Jadi tidak lain hanyalah kemusyrikan baru yang sangat dahsyat, namun karena istilahnya bukan dari Islam, maka Umat Islam banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari bahwa inklusivisme, pluralisme agama, dan mukltikulturalisme itu adalah kemusyrikan baru..

Ketika yang dikembangkan di pendidikan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan kini ementerian Agama telah membuat panduan buku mutikulturalisme dalam apa yang disebut “Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” Maka sebenarnya yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan juga perguruan tinggi Islam se-Indonesia adalah pemusyrikan. Maka benarlah buku Hartono Ahmad Jaiz berjudul Ada Pemurtadan di IAIN. Maksudnya adalah di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Bahkan kini Kementerian Agama sudah menggarap sampai tingkat SMA dan SMK. Sehingga, namanya pendidikan (Islam) namun sejatinya pemusyrikan. Maka tidak mengherankan, di antara tokohnya seperti Azyumardi Azra yang kini jadi Kepala Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta telah bangga dengan biografinya yang jelas-jelas menuturkan pembelaannya terhadap agama musuh Islam yakni Ahmadiyah.(lihat Azra “Jawara” Pembela Ahmadiyah Agama Nabi Palsu http://www.nahimunkar.com/azra-jawara-pembela-ahmadiyah-agama-nabi-palsu/ )

Betapa memprihatinkannya.

Kenapa?

Karena pemusyrikan baru yang dilancarkan di dalam pendidikan Islam di Indonesia dengan nama inklusivisme, pluralism agama, dan multikulturalisme itu menurut Al-Qur’an adalah lebih dahsyat bahayanya dibanding pembunuhan fisik. Karena kalau seseorang itu yang dibunuh badannya, sedang hatinya masih beriman (bertauhid), maka insya Allah masuk surga. Tetapi kalau yang dibunuh itu imannya, dari Tauhid diganti dengan kemusyrikan baru yakni inklusivisme ataupun pluralism agama, ataupun multikulturalisme, maka masuk kubur sudah kosong iman tauhidnya berganti dengan kemusyrikan; maka masuk neraka. Hingga ditegaskan dalam Al-Qur’an:

وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/191]

dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. (QS Al-Baqarah: 191)

وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/217]


Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. (QS Al-Baqarah: 217).

Arti fitnah dalam kedua ayat di atas  adalah pemusyrikan, yaitu mengembalikan orang mu’min kepada kemusyrikan. Itu dijelaskan oleh Imam At-Thabari dalam tafsirnya:

عن مجاهد في قول الله:”والفتنة أشدُّ من القتل” قال: ارتداد المؤمن إلى الوَثن أشدُّ عليه من القتل. –تفسير الطبري – (ج 3 / ص 565)


Dari Mujahid mengenai firman Allah وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ia berkata: mengembalikan (memurtadkan) orang mu’min kepada berhala itu lebih besar bahayanya atasnya daripada pembunuhan. (Tafsir At-Thabari juz 3 halaman 565).

Itulah betapa dahsyatnya pemusyrikan yang kini justru digalakkan secara intensip dan sistematis di perguruan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan sudah dilancarkan pula ke sekolah-sekolah.

Relakah generasi Muslim yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia bahkan merupakan penduduk yang jumlah Muslimnya terbesar di dunia ini dibunuhi imannya secara sistematis dijadikan pelaku-pelaku kemusyrikan baru dengan sebutan inklusivismer, pluralism agama, dan multikulturalisme itu?

Relakah generasi dan anak-anak Muslim se-Indonesia ini dijerumusukan oleh para pembawa ajaran kemusyrikan baru itu?

Dan relakah negeri ini menyedot uang dari rakyat (ingat, 70 persen penghasilan Negara adalah dari pajak, dan itu tentu disedot dari penduduk) yang mayoritas Muslim namun justru untuk membiayai perusakan iman Umat Islam diganti dengan kemusyrikan baru yang akan menjerumuskan ke neraka kekal selama-lamanya?

Relakah wahai saudara-sauadara?

(arrahmah.com)

Apa itu inklusivisme? Inklusivisme itu adalah faham yang berbahaya bagi Islam.  Berikut ini penjelasan dari pihak kelompok liberal sendiri:
Yang dikembangkan dalam Islam Liberal adalah inklusivisme dan pluralisme.
Inklusivisme itu menegaskan, kebenaran setiap agama harus terbuka. Perasaan soliter sebagai penghuni tunggal pulau kebenaran cukup dihindari oleh faksi inklusif ini. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat  kekeliruan pada agama yang kita anut. Tapi, paradigma ini tetap tidak kedap kritik. Oleh paradigma pluralis, ia
dianggap membaca agama lain dengan kacamata agamanya sendiri.
Sedang paradigma plural (pluralisme): Setiap agama adalah jalan keselamatan. Perbedaan agama satu dengan yang lain, hanyalah masalah teknis, tidak prinsipil. Pandangan Plural ini tidak hanya berhenti pada sikap terbuka, melainkan juga sikap paralelisme. Yaitu sikap yang memandang semua agama sebagai jalan-jalan yang sejajar. Dengan itu, klaim kristianitas bahwa ia adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis (Rahman: 1996). Dari Islam yang tercatat sebagai tokoh pluralis adalah Gus Dur, Fazlurrahman (guru Nurcholish Madjid, Syafi’I Ma’arif dll di Chicago Amerika, pen), Masdar F Mas’udi, dan Djohan Effendi. (Abdul Moqsith Ghazali, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jakarta, Media Indonesia, Jum’at 26 Mei 2000, hal 8). (Lihat Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf, Pluralisme dan Pemurtadan, Pustaka Al-Kautsar, Jakrta, cetakan pertama, 2001, hal 116-117).
Inklusivisme itu menganggap ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat  kekeliruan pada agama yang kita anut. Itu jelas meragukan benarnya Islam, maka di situlah rusaknya keislaman seseorang ketika sudah meragukan benarnya Islam; berarti dia telah keluar dari Islam alias murtad.
Bagaimana bisa terjadi, MUI Bali kok pernah mengundang Eep Sefulloh Fatah untuk diangsu (diambil) ilmunya, padahal anjuran darinya justru mengandung masalah yang sangat berbahaya bagi Islam.
Ada ungkapan-ungkapan Eep yang berbahaya di antaranya:
1. MUI yang telah berfatwa Juli 2005 tentang haramnya faham sepilis (sekulerisme, pluralisme agama alias menyamakan semua agama, dan liberalisme) –yang di antara dedengkotnya adalah Ulil – malah Eep menyarankan agar MUI menghormati Ulil. Ini sama dengan membiarkan MUI pusat mengeluarkan fatwanya, namun Eep cukup menggerilya MUI daerah seperti yang ia lakukan terhadap MUI Bali itu.
2.  Eep menganjurkan bersikap inklusif, dengan menagatakan: ”Jadi menurut saya yang terpenting adalah bersikap inklusif dengan ketegasan tertentu yang kita yakini, jangan bersikap eksklusif dengan ketegasan yang kita yakini.” Perkataannya itu berbahaya, karena inklusivisme itu adalah faham yang
berbahaya bagi Islam. (http://www.nahimunkar.com/eep-ajak-mui-bali-hormati-ulil/)
Inti faham inklusivisme: tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat  kekeliruan pada agama yang kita anut.
Bagi Islam, faham itu adalah faham kufur alias ingkar terhadap Islam, pelakunya disebut kafir. Karena telah mengingkari mutlak benarnya Islam yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (٢)
2. Itulah Al Quran yang tidak diragukan kebenarannya datang dari Allah, menjadi petunjuk bagi orang-orang yang taqwa, taat kepada Allah dan bertauhid (QS Al-Baqarah:2).
Lebih dari itu, ketika inklusivisme meningkat jadi faham pluralism agama maka jelas sangat bertentangan dengan Islam. Karena menurut faham pluralisme agama, klaim bahwa ia (suatu agama, bagi muslim ya Islam) adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis.
Penolakan (terhadap aqidah Islam yang menegaskan Islam adalah satu-satunya jalan yang benar) itu sama dengan menolak Islam. Karena dalam Islam telah jelas :
{وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [آل عمران: 85] {وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [آل عمران: 85]
85. siapa saja yang memilih agama selain Islam, Allah tidak akan menerima amalnya orang itu kelak di akhirat kelak termasuk orang-orang yang celaka nasibnya. (QS Ali ‘Imran/3 : 85).
Menolak Islam itu sendiri adalah kufur, orangnya disebut kafir. Nasib orang kafir telah dijelaskan, kekal di neraka Jahannam selama-lamanya.
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ } [البينة: 6]
6. Orang-orang kafir dari kaum Yahudi, kaum Nasrani dan  kaum musyrik benar-benar akan masuk ke neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. mereka adalah manusia yang paling jahat. (QS Al-Bayyinah/ 98 : 6).
Jadi faham inklusivisme dan pluralisme agama itu adalah faham kufur yang sangat berbahaya bagi Islam. Menjadikan keyakinan Tauhid diganti dengan kekufuran. Bahkan masih ditingkatkan lagi dengan faham yang mereka sebut multikulturalisme, yang itu sama dengan pluralism agama, hanya saja semua kultur dianggap sejajar, parallel, dan tidak boleh ada yang mengklaim bahwa hanya kulturnya sendiri saja yang benar. Ketika demikian maka dianggap sumber konflik. Padahal, agama (Islam) hanya dianggap sebagai sub kultur, bagian dari kultur atau bagian dari budaya. Sehingga ketika Islam jelas-jelas ajarannya mengklaim sebagai satu-satunya yang benar (mereka sebut eksklusivisme itu tadi) maka dianggapnya sumber konflik, maka dianggap sebagai musuh bersama. Itulah jahatnya faham multikulturalisme
Kata multikulturalisme ini digunakan kelompok liberal sebagai usaha untuk tetap menyesatkan umat Islam yang mulai mengerti sesatnya pluralism dan pernah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dan faham pluralism agama itu ditolak ormas-ormas Islam.
Celakanya multikulturalisme ini sudah masuk ke kurikulum pendidikan agama Islam dari SD, SMP hingga SMA.
Yang cukup mencengangkan, pihak Kementerian Agama (Kemenag) sendiri justru sudah menerbitkan buku mengenai multikulturalisme ini. Salah satu judul buku Kemenag ini adalah”Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” (lihat Multikulturalisme Sama Bahayanya dengan Pluralisme  http://www.nahimunkar.com/multikulturalisme-sama-bahayanya-dengan-pluralisme/)
Apa bahayanya ?
Bahayanya, tiga faham tersebut (inklusivisme, pluralisme agama, dan multikulturalisme) itu adalah semua menolak Islam yang menegaskan hanya Islam lah yang benar, yang diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yang pemeluknya yang beriman dan beramal shalih ikhlas untuk Allah maka dijanjikan surga oleh Allah Ta’ala. Penolakan itu adalah kekafiran. Bahkan kemusyrikan. Karena dalam riwayatnya, orang Majusi yang menolak haramnya bangkai lalu dibisikkan kepada kafir Quraisy agar membantah Islam tentang itu, kemudian dijawab oleh Allah Ta’ala :
{وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ} [الأنعام: 121]
..dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (QS Al-An’am : 121).[i]
Ketika yang dibantah itu hanya satu bagian dari hukum Islam yakni haramnya bangkai saja ternyata bila diikuti maka menjadi orang-orang musyrik ; apalagi kalau yang dibantah itu seluruh Islam, disamakan dengan agama lain, maka jelas-jelas lebih nyata jadi orang musyrik. Dan itulah yang dilakukan oleh faham inklusivisame, pluralisme agama, dan multikulturalisme. Jadi tidak lain hanyalah kemusyrikan baru yang sangat dahsyat, namun karena istilahnya bukan dari Islam, maka Umat Islam banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari bahwa inklusivisme, pluralisme agama, dan mukltikulturalisme itu adalah kemusyrikan baru..
Ketika yang dikembangkan di pendidikan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan kini ementerian Agama telah membuat panduan buku mutikulturalisme dalam apa yang disebut “Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” Maka sebenarnya yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan juga perguruan tinggi Islam se-Indonesia adalah pemusyrikan. Maka benarlah buku Hartono Ahmad Jaiz berjudul Ada Pemurtadan di IAIN. Maksudnya adalah di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Bahkan kini Kementerian Agama sudah menggarap sampai tingkat SMA dan SMK. Sehingga, namanya pendidikan (Islam) namun sejatinya pemusyrikan. Maka tidak mengherankan, di antara tokohnya seperti Azyumardi Azra yang kini jadi Kepala Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta telah bangga dengan biografinya yang jelas-jelas menuturkan pembelaannya terhadap agama musuh Islam yakni Ahmadiyah.(lihat Azra “Jawara” Pembela Ahmadiyah Agama Nabi Palsu http://www.nahimunkar.com/azra-jawara-pembela-ahmadiyah-agama-nabi-palsu/ )
Betapa memprihatinkannya.
Kenapa?
Karena pemusyrikan baru yang dilancarkan di dalam pendidikan Islam di Indonesia dengan nama inklusivisme, pluralism agama, dan multikulturalisme itu menurut Al-Qur’an adalah lebih dahsyat bahayanya dibanding pembunuhan fisik. Karena kalau seseorang itu yang dibunuh badannya, sedang hatinya masih beriman (bertauhid), maka insya Allah masuk surga. Tetapi kalau yang dibunuh itu imannya, dari Tauhid diganti dengan kemusyrikan baru yakni inklusivisme ataupun pluralism agama, ataupun multikulturalisme, maka masuk kubur sudah kosong iman tauhidnya berganti dengan kemusyrikan; maka masuk neraka. Hingga ditegaskan dalam Al-Qur’an:
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/191]
dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. (QS Al-Baqarah: 191)
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/217]
Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. (QS Al-Baqarah: 217).
Arti fitnah dalam kedua ayat di atas  adalah pemusyrikan, yaitu mengembalikan orang mu’min kepada kemusyrikan. Itu dijelaskan oleh Imam At-Thabari dalam tafsirnya:
عن مجاهد في قول الله:”والفتنة أشدُّ من القتل” قال: ارتداد المؤمن إلى الوَثن أشدُّ عليه من القتل. –تفسير الطبري – (ج 3 / ص 565)
Dari Mujahid mengenai firman Allah وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ia berkata: mengembalikan (memurtadkan) orang mu’min kepada berhala itu lebih besar bahayanya atasnya daripada pembunuhan. (Tafsir At-Thabari juz 3 halaman 565).
Itulah betapa dahsyatnya pemusyrikan yang kini justru digalakkan secara intensip dan sistematis di perguruan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan sudah dilancarkan pula ke sekolah-sekolah.
Relakah generasi Muslim yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia bahkan merupakan penduduk yang jumlah Muslimnya terbesar di dunia ini dibunuhi imannya secara sistematis dijadikan pelaku-pelaku kemusyrikan baru dengan sebutan inklusivismer, pluralism agama, dan multikulturalisme itu?
Relakah generasi dan anak-anak Muslim se-Indonesia ini dijerumusukan oleh para pembawa ajaran kemusyrikan baru itu?
Dan relakah negeri ini menyedot uang dari rakyat (ingat, 70 persen penghasilan Negara adalah dari pajak, dan itu tentu disedot dari penduduk) yang mayoritas Muslim namun justru untuk membiayai perusakan iman Umat Islam diganti dengan kemusyrikan baru yang akan menjerumuskan ke neraka kekal selama-lamanya?
Relakah wahai saudara-sauadara?
(arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/10/20/bahaya-faham-inklusivisme-pluralisme-agama-multikulturalisme.html#sthash.bGT3YFEu.dpuf
Apa itu inklusivisme? Inklusivisme itu adalah faham yang berbahaya bagi Islam.  Berikut ini penjelasan dari pihak kelompok liberal sendiri:
Yang dikembangkan dalam Islam Liberal adalah inklusivisme dan pluralisme.
Inklusivisme itu menegaskan, kebenaran setiap agama harus terbuka. Perasaan soliter sebagai penghuni tunggal pulau kebenaran cukup dihindari oleh faksi inklusif ini. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat  kekeliruan pada agama yang kita anut. Tapi, paradigma ini tetap tidak kedap kritik. Oleh paradigma pluralis, ia
dianggap membaca agama lain dengan kacamata agamanya sendiri.
Sedang paradigma plural (pluralisme): Setiap agama adalah jalan keselamatan. Perbedaan agama satu dengan yang lain, hanyalah masalah teknis, tidak prinsipil. Pandangan Plural ini tidak hanya berhenti pada sikap terbuka, melainkan juga sikap paralelisme. Yaitu sikap yang memandang semua agama sebagai jalan-jalan yang sejajar. Dengan itu, klaim kristianitas bahwa ia adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis (Rahman: 1996). Dari Islam yang tercatat sebagai tokoh pluralis adalah Gus Dur, Fazlurrahman (guru Nurcholish Madjid, Syafi’I Ma’arif dll di Chicago Amerika, pen), Masdar F Mas’udi, dan Djohan Effendi. (Abdul Moqsith Ghazali, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jakarta, Media Indonesia, Jum’at 26 Mei 2000, hal 8). (Lihat Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf, Pluralisme dan Pemurtadan, Pustaka Al-Kautsar, Jakrta, cetakan pertama, 2001, hal 116-117).
Inklusivisme itu menganggap ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat  kekeliruan pada agama yang kita anut. Itu jelas meragukan benarnya Islam, maka di situlah rusaknya keislaman seseorang ketika sudah meragukan benarnya Islam; berarti dia telah keluar dari Islam alias murtad.
Bagaimana bisa terjadi, MUI Bali kok pernah mengundang Eep Sefulloh Fatah untuk diangsu (diambil) ilmunya, padahal anjuran darinya justru mengandung masalah yang sangat berbahaya bagi Islam.
Ada ungkapan-ungkapan Eep yang berbahaya di antaranya:
1. MUI yang telah berfatwa Juli 2005 tentang haramnya faham sepilis (sekulerisme, pluralisme agama alias menyamakan semua agama, dan liberalisme) –yang di antara dedengkotnya adalah Ulil – malah Eep menyarankan agar MUI menghormati Ulil. Ini sama dengan membiarkan MUI pusat mengeluarkan fatwanya, namun Eep cukup menggerilya MUI daerah seperti yang ia lakukan terhadap MUI Bali itu.
2.  Eep menganjurkan bersikap inklusif, dengan menagatakan: ”Jadi menurut saya yang terpenting adalah bersikap inklusif dengan ketegasan tertentu yang kita yakini, jangan bersikap eksklusif dengan ketegasan yang kita yakini.” Perkataannya itu berbahaya, karena inklusivisme itu adalah faham yang
berbahaya bagi Islam. (http://www.nahimunkar.com/eep-ajak-mui-bali-hormati-ulil/)
Inti faham inklusivisme: tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat  kekeliruan pada agama yang kita anut.
Bagi Islam, faham itu adalah faham kufur alias ingkar terhadap Islam, pelakunya disebut kafir. Karena telah mengingkari mutlak benarnya Islam yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (٢)
2. Itulah Al Quran yang tidak diragukan kebenarannya datang dari Allah, menjadi petunjuk bagi orang-orang yang taqwa, taat kepada Allah dan bertauhid (QS Al-Baqarah:2).
Lebih dari itu, ketika inklusivisme meningkat jadi faham pluralism agama maka jelas sangat bertentangan dengan Islam. Karena menurut faham pluralisme agama, klaim bahwa ia (suatu agama, bagi muslim ya Islam) adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis.
Penolakan (terhadap aqidah Islam yang menegaskan Islam adalah satu-satunya jalan yang benar) itu sama dengan menolak Islam. Karena dalam Islam telah jelas :
{وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [آل عمران: 85] {وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [آل عمران: 85]
85. siapa saja yang memilih agama selain Islam, Allah tidak akan menerima amalnya orang itu kelak di akhirat kelak termasuk orang-orang yang celaka nasibnya. (QS Ali ‘Imran/3 : 85).
Menolak Islam itu sendiri adalah kufur, orangnya disebut kafir. Nasib orang kafir telah dijelaskan, kekal di neraka Jahannam selama-lamanya.
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ } [البينة: 6]
6. Orang-orang kafir dari kaum Yahudi, kaum Nasrani dan  kaum musyrik benar-benar akan masuk ke neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. mereka adalah manusia yang paling jahat. (QS Al-Bayyinah/ 98 : 6).
Jadi faham inklusivisme dan pluralisme agama itu adalah faham kufur yang sangat berbahaya bagi Islam. Menjadikan keyakinan Tauhid diganti dengan kekufuran. Bahkan masih ditingkatkan lagi dengan faham yang mereka sebut multikulturalisme, yang itu sama dengan pluralism agama, hanya saja semua kultur dianggap sejajar, parallel, dan tidak boleh ada yang mengklaim bahwa hanya kulturnya sendiri saja yang benar. Ketika demikian maka dianggap sumber konflik. Padahal, agama (Islam) hanya dianggap sebagai sub kultur, bagian dari kultur atau bagian dari budaya. Sehingga ketika Islam jelas-jelas ajarannya mengklaim sebagai satu-satunya yang benar (mereka sebut eksklusivisme itu tadi) maka dianggapnya sumber konflik, maka dianggap sebagai musuh bersama. Itulah jahatnya faham multikulturalisme
Kata multikulturalisme ini digunakan kelompok liberal sebagai usaha untuk tetap menyesatkan umat Islam yang mulai mengerti sesatnya pluralism dan pernah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dan faham pluralism agama itu ditolak ormas-ormas Islam.
Celakanya multikulturalisme ini sudah masuk ke kurikulum pendidikan agama Islam dari SD, SMP hingga SMA.
Yang cukup mencengangkan, pihak Kementerian Agama (Kemenag) sendiri justru sudah menerbitkan buku mengenai multikulturalisme ini. Salah satu judul buku Kemenag ini adalah”Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” (lihat Multikulturalisme Sama Bahayanya dengan Pluralisme  http://www.nahimunkar.com/multikulturalisme-sama-bahayanya-dengan-pluralisme/)
Apa bahayanya ?
Bahayanya, tiga faham tersebut (inklusivisme, pluralisme agama, dan multikulturalisme) itu adalah semua menolak Islam yang menegaskan hanya Islam lah yang benar, yang diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yang pemeluknya yang beriman dan beramal shalih ikhlas untuk Allah maka dijanjikan surga oleh Allah Ta’ala. Penolakan itu adalah kekafiran. Bahkan kemusyrikan. Karena dalam riwayatnya, orang Majusi yang menolak haramnya bangkai lalu dibisikkan kepada kafir Quraisy agar membantah Islam tentang itu, kemudian dijawab oleh Allah Ta’ala :
{وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ} [الأنعام: 121]
..dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (QS Al-An’am : 121).[i]
Ketika yang dibantah itu hanya satu bagian dari hukum Islam yakni haramnya bangkai saja ternyata bila diikuti maka menjadi orang-orang musyrik ; apalagi kalau yang dibantah itu seluruh Islam, disamakan dengan agama lain, maka jelas-jelas lebih nyata jadi orang musyrik. Dan itulah yang dilakukan oleh faham inklusivisame, pluralisme agama, dan multikulturalisme. Jadi tidak lain hanyalah kemusyrikan baru yang sangat dahsyat, namun karena istilahnya bukan dari Islam, maka Umat Islam banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari bahwa inklusivisme, pluralisme agama, dan mukltikulturalisme itu adalah kemusyrikan baru..
Ketika yang dikembangkan di pendidikan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan kini ementerian Agama telah membuat panduan buku mutikulturalisme dalam apa yang disebut “Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” Maka sebenarnya yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan juga perguruan tinggi Islam se-Indonesia adalah pemusyrikan. Maka benarlah buku Hartono Ahmad Jaiz berjudul Ada Pemurtadan di IAIN. Maksudnya adalah di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Bahkan kini Kementerian Agama sudah menggarap sampai tingkat SMA dan SMK. Sehingga, namanya pendidikan (Islam) namun sejatinya pemusyrikan. Maka tidak mengherankan, di antara tokohnya seperti Azyumardi Azra yang kini jadi Kepala Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta telah bangga dengan biografinya yang jelas-jelas menuturkan pembelaannya terhadap agama musuh Islam yakni Ahmadiyah.(lihat Azra “Jawara” Pembela Ahmadiyah Agama Nabi Palsu http://www.nahimunkar.com/azra-jawara-pembela-ahmadiyah-agama-nabi-palsu/ )
Betapa memprihatinkannya.
Kenapa?
Karena pemusyrikan baru yang dilancarkan di dalam pendidikan Islam di Indonesia dengan nama inklusivisme, pluralism agama, dan multikulturalisme itu menurut Al-Qur’an adalah lebih dahsyat bahayanya dibanding pembunuhan fisik. Karena kalau seseorang itu yang dibunuh badannya, sedang hatinya masih beriman (bertauhid), maka insya Allah masuk surga. Tetapi kalau yang dibunuh itu imannya, dari Tauhid diganti dengan kemusyrikan baru yakni inklusivisme ataupun pluralism agama, ataupun multikulturalisme, maka masuk kubur sudah kosong iman tauhidnya berganti dengan kemusyrikan; maka masuk neraka. Hingga ditegaskan dalam Al-Qur’an:
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/191]
dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. (QS Al-Baqarah: 191)
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/217]
Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. (QS Al-Baqarah: 217).
Arti fitnah dalam kedua ayat di atas  adalah pemusyrikan, yaitu mengembalikan orang mu’min kepada kemusyrikan. Itu dijelaskan oleh Imam At-Thabari dalam tafsirnya:
عن مجاهد في قول الله:”والفتنة أشدُّ من القتل” قال: ارتداد المؤمن إلى الوَثن أشدُّ عليه من القتل. –تفسير الطبري – (ج 3 / ص 565)
Dari Mujahid mengenai firman Allah وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ia berkata: mengembalikan (memurtadkan) orang mu’min kepada berhala itu lebih besar bahayanya atasnya daripada pembunuhan. (Tafsir At-Thabari juz 3 halaman 565).
Itulah betapa dahsyatnya pemusyrikan yang kini justru digalakkan secara intensip dan sistematis di perguruan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan sudah dilancarkan pula ke sekolah-sekolah.
Relakah generasi Muslim yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia bahkan merupakan penduduk yang jumlah Muslimnya terbesar di dunia ini dibunuhi imannya secara sistematis dijadikan pelaku-pelaku kemusyrikan baru dengan sebutan inklusivismer, pluralism agama, dan multikulturalisme itu?
Relakah generasi dan anak-anak Muslim se-Indonesia ini dijerumusukan oleh para pembawa ajaran kemusyrikan baru itu?
Dan relakah negeri ini menyedot uang dari rakyat (ingat, 70 persen penghasilan Negara adalah dari pajak, dan itu tentu disedot dari penduduk) yang mayoritas Muslim namun justru untuk membiayai perusakan iman Umat Islam diganti dengan kemusyrikan baru yang akan menjerumuskan ke neraka kekal selama-lamanya?
Relakah wahai saudara-sauadara?

Sabtu, 19 Oktober 2013

Menguak fakta di kalangan aktifis jihady di Indonesia

Oleh: Ustadz Fuad Al Hazimi
( Majelis Syariah Jama’ah Anshorut Tauhid )

Ikhwah fillah rohimakumulloh, Tulisan ini hanya sebuah introspeksi sekaligus koreksi atas kondisi real (waqi’) harakah Islam di Indonesia. Mohon maaf saya tidak bisa menambahkan penjelasan panjang lebar karena aslinya tulisan ini adalah makalah presentasi untuk kajian. Semoga bermanfaat ..

***

Menguak Fakta Di Kalangan Aktifis Jihady Di Indonesia

    Sibuk mengkafirkan antar sesama harakah.

    Masing-masing pihak merasa paling jihady.

    Menganggap yang di luar kelompoknya adalah salah, ahlul bid’ah bahkan anshorut thoghut atau antek kuffar.

    Kita tidak sadar bahwa kita sedang diadu domba dan musuh-musuh Islam sedang bertepuk tangan menyaksikan programnya sukses.

Contoh Kasus Seputar Masalah Takfir Dan Demokrasi

    Terjadi diskusi yang tidak ada habisnya tentang status Anshorut Thoghut : Apakah Kafir secara umum (Aam) atau per individu ( Mu’ayyan).

    Masalah Demokrasi apakah masalah khofiyyah ataukah zhohiroh.

    Masalah jihad fardy apakah sudah saatnya atau belum.

Contoh Solusi Alternatif

    Takfir adalah bentuk perlawanan terhadap thoghut sehingga seharusnya kita mencukupkan dulu pada titik-titik persamaan setidaknya untuk menghemat energy dan potensi untuk kemudian merumuskan bentuk perlawanan apa yang mungkin dan paling maksimal yang dapat kita lakukan secara bersama berdasarkan persamaan yang ada tanpa menghilangkan prinsip-prinsip pokok tauhid.

     Bukankah dengan takfir secara umum pun sebenarnya perlawanan itu sudah harus dimulai tanpa harus menunggu rincian status masing-masing individu?

    Lalu mengapa kita malah sibuk debat tanpa ujung pangkal padahal kita sudah sepakat tentang kekufuran Anshorut Thoghut dan wajibnya melakukan perlawanan?

    Mengapa tidak segera kita rumuskan saja apa bentuk perlawanan yang bisa kita lakukan bersama?

Sebab-Sebab Kemenangan Umat Islam

Allah Azza Wa Jalla Berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ


“Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.  (QS Al Anfal 45 – 46)

Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah Rahimahulloh berkata :

“Di sini, Alloh memerintahkan lima hal kepada para mujahidin. Tidaklah kelima hal ini terkumpul dalam tubuh sebuah kelompok melainkan kelompok itu pasti menang, walau pun jumlahnya sedikit dan jumlah musuhnya banyak :

    Istiqomah dan tsabat.

    Banyak berdzikir (mengingat) menyebut nama Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala.

    Mentaati Alloh dan mentaati Rosul-Nya.

    Persatuan kalimat dan tidak saling berbantah-bantahan, karena itu akan menghantarkan kepada kegentaran dan kelemahan. Berbantah-bantahan ini adalah tentara yang bisa menguatkan musuh dari orang yang saling berbantah-bantahan untuk mengalahkan mereka. Karena dengan bersatu, suatu pasukan seperti seikat anak panah yang tidak seorang pun mampu mematahkannya. Jika anak panah itu dipisah-pisah, musuh akan bisa mematahkannya.

    Yang merupakan kunci, pilar dan penopang keempat hal di atas, yaitu: Sabar.

Inilah lima hal yang menjadi dasar terbangunnya kemenangan. Ketika kelima hal ini –atau sebagiannya— hilang, kemenangan pun akan hilang sebanding dengan berkurangnya sebagian darinya. Jika semuanya terkumpul, satu sama lain akan saling menguatkan, sehingga pasukan tersebut akan melahirkan pengaruh yang besar dalam meraih kemenangan.

Ketika kelima hal ini terkumpul dalam diri para shahabat, tidak ada satu pun bangsa di dunia yang mampu menandingi mereka. Mereka taklukkan dunia dan seluruh rakyat serta negeri tunduk kepada mereka. Tatkala generasi sepeninggal mereka berpecah belah dan melemah, terjadilah apa yang terjadi, la haula wa la quwwata illa billaahil ‘Aliyyi ‘l ‘Adzim; tiada daya dan kekuatan melainkan (dengan) pertolongan Alloh yang Mahatinggi lagi Maha Agung.

(Al Furusiyyah hal 506)

Wallohu Azza Wa Jalla A’lam..

(Arrahmah.com) 

Oleh: Ustadz Fuad Al Hazimi
( Majelis Syariah Jama’ah Anshorut Tauhid )
(Arrahmah.com) – Ikhwah fillah rohimakumulloh, Tulisan ini hanya sebuah introspeksi sekaligus koreksi atas kondisi real (waqi’) harakah Islam di Indonesia. Mohon maaf saya tidak bisa menambahkan penjelasan panjang lebar karena aslinya tulisan ini adalah makalah presentasi untuk kajian. Semoga bermanfaat ..
***
Menguak Fakta Di Kalangan Aktifis Jihady Di Indonesia
  1. Sibuk mengkafirkan antar sesama harakah.
  2. Masing-masing pihak merasa paling jihady.
  3. Menganggap yang di luar kelompoknya adalah salah, ahlul bid’ah bahkan anshorut thoghut atau antek kuffar.
  4. Kita tidak sadar bahwa kita sedang diadu domba dan musuh-musuh Islam sedang bertepuk tangan menyaksikan programnya sukses.
Contoh Kasus Seputar Masalah Takfir Dan Demokrasi
  1. Terjadi diskusi yang tidak ada habisnya tentang status Anshorut Thoghut : Apakah Kafir secara umum (Aam) atau per individu ( Mu’ayyan).
  2. Masalah Demokrasi apakah masalah khofiyyah ataukah zhohiroh.
  3. Masalah jihad fardy apakah sudah saatnya atau belum.
Contoh Solusi Alternatif
  1. Takfir adalah bentuk perlawanan terhadap thoghut sehingga seharusnya kita mencukupkan dulu pada titik-titik persamaan setidaknya untuk menghemat energy dan potensi untuk kemudian merumuskan bentuk perlawanan apa yang mungkin dan paling maksimal yang dapat kita lakukan secara bersama berdasarkan persamaan yang ada tanpa menghilangkan prinsip-prinsip pokok tauhid.
  2.  Bukankah dengan takfir secara umum pun sebenarnya perlawanan itu sudah harus dimulai tanpa harus menunggu rincian status masing-masing individu?
  3. Lalu mengapa kita malah sibuk debat tanpa ujung pangkal padahal kita sudah sepakat tentang kekufuran Anshorut Thoghut dan wajibnya melakukan perlawanan?
  4. Mengapa tidak segera kita rumuskan saja apa bentuk perlawanan yang bisa kita lakukan bersama?
Sebab-Sebab Kemenangan Umat Islam
Allah Azza Wa Jalla Berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.  (QS Al Anfal 45 – 46)
Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah Rahimahulloh berkata :
“Di sini, Alloh memerintahkan lima hal kepada para mujahidin. Tidaklah kelima hal ini terkumpul dalam tubuh sebuah kelompok melainkan kelompok itu pasti menang, walau pun jumlahnya sedikit dan jumlah musuhnya banyak :
  1. Istiqomah dan tsabat.
  2. Banyak berdzikir (mengingat) menyebut nama Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala.
  3. Mentaati Alloh dan mentaati Rosul-Nya.
  4. Persatuan kalimat dan tidak saling berbantah-bantahan, karena itu akan menghantarkan kepada kegentaran dan kelemahan. Berbantah-bantahan ini adalah tentara yang bisa menguatkan musuh dari orang yang saling berbantah-bantahan untuk mengalahkan mereka. Karena dengan bersatu, suatu pasukan seperti seikat anak panah yang tidak seorang pun mampu mematahkannya. Jika anak panah itu dipisah-pisah, musuh akan bisa mematahkannya.
  5. Yang merupakan kunci, pilar dan penopang keempat hal di atas, yaitu: Sabar.
Inilah lima hal yang menjadi dasar terbangunnya kemenangan. Ketika kelima hal ini –atau sebagiannya— hilang, kemenangan pun akan hilang sebanding dengan berkurangnya sebagian darinya. Jika semuanya terkumpul, satu sama lain akan saling menguatkan, sehingga pasukan tersebut akan melahirkan pengaruh yang besar dalam meraih kemenangan.
Ketika kelima hal ini terkumpul dalam diri para shahabat, tidak ada satu pun bangsa di dunia yang mampu menandingi mereka. Mereka taklukkan dunia dan seluruh rakyat serta negeri tunduk kepada mereka. Tatkala generasi sepeninggal mereka berpecah belah dan melemah, terjadilah apa yang terjadi, la haula wa la quwwata illa billaahil ‘Aliyyi ‘l ‘Adzim; tiada daya dan kekuatan melainkan (dengan) pertolongan Alloh yang Mahatinggi lagi Maha Agung.
(Al Furusiyyah hal 506)
Wallohu Azza Wa Jalla A’lam..
- See more at: http://www.arrahmah.com/kajian-islam/menguak-fakta-kalangan-aktifis-jihady-indonesia.html#sthash.PrZcVRqy.dpuf
Oleh: Ustadz Fuad Al Hazimi
( Majelis Syariah Jama’ah Anshorut Tauhid )
(Arrahmah.com) – Ikhwah fillah rohimakumulloh, Tulisan ini hanya sebuah introspeksi sekaligus koreksi atas kondisi real (waqi’) harakah Islam di Indonesia. Mohon maaf saya tidak bisa menambahkan penjelasan panjang lebar karena aslinya tulisan ini adalah makalah presentasi untuk kajian. Semoga bermanfaat ..
***
Menguak Fakta Di Kalangan Aktifis Jihady Di Indonesia
  1. Sibuk mengkafirkan antar sesama harakah.
  2. Masing-masing pihak merasa paling jihady.
  3. Menganggap yang di luar kelompoknya adalah salah, ahlul bid’ah bahkan anshorut thoghut atau antek kuffar.
  4. Kita tidak sadar bahwa kita sedang diadu domba dan musuh-musuh Islam sedang bertepuk tangan menyaksikan programnya sukses.
Contoh Kasus Seputar Masalah Takfir Dan Demokrasi
  1. Terjadi diskusi yang tidak ada habisnya tentang status Anshorut Thoghut : Apakah Kafir secara umum (Aam) atau per individu ( Mu’ayyan).
  2. Masalah Demokrasi apakah masalah khofiyyah ataukah zhohiroh.
  3. Masalah jihad fardy apakah sudah saatnya atau belum.
Contoh Solusi Alternatif
  1. Takfir adalah bentuk perlawanan terhadap thoghut sehingga seharusnya kita mencukupkan dulu pada titik-titik persamaan setidaknya untuk menghemat energy dan potensi untuk kemudian merumuskan bentuk perlawanan apa yang mungkin dan paling maksimal yang dapat kita lakukan secara bersama berdasarkan persamaan yang ada tanpa menghilangkan prinsip-prinsip pokok tauhid.
  2.  Bukankah dengan takfir secara umum pun sebenarnya perlawanan itu sudah harus dimulai tanpa harus menunggu rincian status masing-masing individu?
  3. Lalu mengapa kita malah sibuk debat tanpa ujung pangkal padahal kita sudah sepakat tentang kekufuran Anshorut Thoghut dan wajibnya melakukan perlawanan?
  4. Mengapa tidak segera kita rumuskan saja apa bentuk perlawanan yang bisa kita lakukan bersama?
Sebab-Sebab Kemenangan Umat Islam
Allah Azza Wa Jalla Berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ 
“Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.  (QS Al Anfal 45 – 46)
Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah Rahimahulloh berkata :
“Di sini, Alloh memerintahkan lima hal kepada para mujahidin. Tidaklah kelima hal ini terkumpul dalam tubuh sebuah kelompok melainkan kelompok itu pasti menang, walau pun jumlahnya sedikit dan jumlah musuhnya banyak :
  1. Istiqomah dan tsabat.
  2. Banyak berdzikir (mengingat) menyebut nama Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala.
  3. Mentaati Alloh dan mentaati Rosul-Nya.
  4. Persatuan kalimat dan tidak saling berbantah-bantahan, karena itu akan menghantarkan kepada kegentaran dan kelemahan. Berbantah-bantahan ini adalah tentara yang bisa menguatkan musuh dari orang yang saling berbantah-bantahan untuk mengalahkan mereka. Karena dengan bersatu, suatu pasukan seperti seikat anak panah yang tidak seorang pun mampu mematahkannya. Jika anak panah itu dipisah-pisah, musuh akan bisa mematahkannya.
  5. Yang merupakan kunci, pilar dan penopang keempat hal di atas, yaitu: Sabar.
Inilah lima hal yang menjadi dasar terbangunnya kemenangan. Ketika kelima hal ini –atau sebagiannya— hilang, kemenangan pun akan hilang sebanding dengan berkurangnya sebagian darinya. Jika semuanya terkumpul, satu sama lain akan saling menguatkan, sehingga pasukan tersebut akan melahirkan pengaruh yang besar dalam meraih kemenangan.
Ketika kelima hal ini terkumpul dalam diri para shahabat, tidak ada satu pun bangsa di dunia yang mampu menandingi mereka. Mereka taklukkan dunia dan seluruh rakyat serta negeri tunduk kepada mereka. Tatkala generasi sepeninggal mereka berpecah belah dan melemah, terjadilah apa yang terjadi, la haula wa la quwwata illa billaahil ‘Aliyyi ‘l ‘Adzim; tiada daya dan kekuatan melainkan (dengan) pertolongan Alloh yang Mahatinggi lagi Maha Agung.
(Al Furusiyyah hal 506)
Wallohu Azza Wa Jalla A’lam..
- See more at: http://www.arrahmah.com/kajian-islam/menguak-fakta-kalangan-aktifis-jihady-indonesia.html#sthash.PrZcVRqy.dpuf

Fenomena Jilbab Gaul

“Islam melarang wanita Muslimah untuk memakai pakaian yang tipis dan jarang, karena jelas pakaian tersebut akan menimbulkan fitnah dan subhat, baik terhadap dirinya sendiri ataupun kepada masyarakat sekitar.”

Dewasa ini, pemakaian busana muslimah banyak macamnya. Malah, berkembang istilah “jilbab gaul” bagi perempuan yang mengenakan jilbab namun busananya ketat disana-sini. Karenanya, kali ini kita akan coba membahas pengertian jilbab (pakaian), dari sudut pandang para ahli tafsir dan pendapat para ulama. Pembahasan ini dikutip dari buku “Pakaian Wanita Islam Mengikuti Al Qur’an dan Sunnah”, karya H. Suhairy Ilyas, MA. terbitan Pustaka Al Mizan.
Pengertian Jilbab (Pakaian)
Secara terminologi, dalam kamus yang dianggap standar dalam Bahasa Arab, akan kita dapati pengertian jilbab seperti berikut :
  1. Lisanul Arab : “Jilbab berarti selendang, atau pakaian lebar yang dipakai wanita untuk menutupi kepada, dada dan bagian belakang tubuhnya.”
  2. Al Mu’jamal-Wasit : “Jilbab berarti pakaian yang dalam (gamis) atau selendang (khimar), atau pakaian untuk melapisi segenap pakaian wanita bagian luar untuk menutupi semua tubuh seperti halnya mantel.”
  3. Mukhtar Shihah : “Jilbab berasal dari kata Jalbu, artinya menarik atau menghimpun, sedangkan jilbab berarti pakaian lebar seperti mantel.”
Dari rujukan ketiga kamus di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa jilbab pada umumnya adalah pakaian yang lebar, longgar dan menutupi seluruh bagian tubuh sebagaimana disimpulkan oleh Al Qurthuby: “Jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh.”
Bagi masyarakat Indonesia, jilbab umumnya diartikan sebagai selendang yang menutupi kepala sampai leher dan dada. Definisi ini memang tidaklah bertentangan dengan definisi umum di atas karena disebutkan juga oleh Lisanul Arab ataupun Al Mu’jamal-Wasit dan dikutip Qurthuby berasal dari Ibnu Abbas yang mengartikan jilbab dengan rida’ atau selendang.
Pembahasan Ahli Tafsir
Setelah mempelajari pengertian umum dan pengertian secara terminologi tentang jilbab ada baiknya juga kita merujuk uraian para ulama tafsir mengenai jilbab, atau penafsiran mereka tentang surah Al Ahzab ayat 59:
  1. Tafsir Ibnu Abbas : “Selendang atau Jilbab tudung wanita hendaklah menutupi leher dan dada agar terpelihara dari fitnah atau terjauh dari bahaya zina.”
  2. Tafsir Qurthuby : “Allah SWT memerintahkan segenap kaum muslimah agar menutupi seluruh tubuhnya, agar tidak memperagakan tubuh dan kulitnya kecuali dihadapan suaminya, karena hanya suaminya yang dapat bebas menikmati kecantikannya.”
  3. Tafsir Ayatul Ahkam : “Memakai jilbab atau kerudung merupakan ibadah dalam rangka memenuhi firman Allah Surah AL Ahzab ayat 59. Yang menegaskan bahwa bagi seorang Muslimah memakai jilbab itu sebanding dengan melaksanakan perintah sholat, karena keduanya sama-sama diwajibkan Al Qur’an. Apabila seorang muslimah menolak untuk memakai jilbab atau menutup auratnya, dan dengan sengaja untuk menentang hukum Allah, berarti dia telah kafir atau murtad, karena menentang Al Qur’an. Apabila dia meninggalkan jilbab karena ikut-ikutan atau karena kelalaian belaka, dia termasuk orang-orang durhaka kepada Allah.”
  4. Tafsir Fii Zhilalil Qur’an : “Allah memerintahkan kepada isteri-isteri Nabi dan kaum muslimah umumnya agar setiap keluar rumah senantiasa menutupi tubuh, dari kepala sampai ke dada dengan memakai jilbab tudung yang rapat, tidak menerawang, dan juga tidak tipis. Hal demikian dimaksudkan untuk menjaga identitas mereka sebagai muslimah dan agar terpelihara dari tangan-tangan jahil dan kotor. Karena mereka yang bertangan jahil dan kotor itu, pasti akan merasa kecewa dan mengurungkan niatnya setelah melihat wanita yang berpakaian terhormat dan mulia secara islam.”

Kesimpulan
Dari uraian ulama tafsir di atas dapat kita simpulkan bahwa :
  1. Para ulama tafsir umumnya sependapat bahwa memakai jilbab menutupi aurat selain muka dan telapak tangan merupakan kewajiban yang mendasar bagi setiap kaum muslimah, apabila mereka akan keluar rumah, atau dalam rumah sendiri jika ada tamu selain muhrim.
  2. Tidak seorang pun para ulama yang berpendapat bahwa menutup aurat selain muka dan telapak tangan itu hanya kewajiban muslimah dalam sholat. Karena memang tidak ada satu pun dalil Al Qur’an dan Sunnah yang mengatakan demikian.
  3. Bentuk atau fashion pakaian muslimah tidaklah diatur oleh Al Qur’an secara terperinci, yang utama adalah memenuhi syarat, yaitu menutupi seluruh tubuh selain muka dan telapak tangan, tidak ketat, tidak tipis dan juga tidak membentuk lekuk tubuh (ketat).

Firman Allah SWT : “Dan katakanlah (pula) kepada wanita yang beriman supaya mereka menundukkan pandangannya, dan memelihara kehormatannya. Dan janganlah memperlihatkan perhiasan kecuali yang biasa nampak saja, dan hendaklah mereka menutupi dada dengan selendang. Dan janganlah memperlihatkan perhiasan kecuali kepada : 1. Suami, 2. Ayah, 3. Mertua laki-laki, 4. Anak Laki-laki Tiri, 5. Saudara laki-laki, 6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki dan perempuan 7. Sesama wanita, 8. Hamba Sahaya, 9. Pelayan (laki-laki) yang sudah tidak mempunyai keinginan kepada wanita (karena sudah tua), 10. Anak laki-laki yang belum terpengaruh dengan aurat wanita. Dan janganlah mereka (wanita) menghentakkan kaki supaya diketahui orang perhiasan mereka yang tersembunyi dan taubatlah kamu sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.” (QS. An Nur, 024:031)
Dalam ayat ini antara lain Allah memerintahkan pada kaum muslimah :
  1. Agar tidak memamerkan perhiasan kecuali sekadar yang biasa terlihat darinya seperti cincin dan gelang tangan.
  2. Wajib menutupi dada dan leher dengan selendang, kerudung atau jilbab.
  3. Perhiasan hanya boleh diperlihatkan kepada sepuluh kelompok manusia yang disebutkan dalam ayat tersebut diatas.
  4. Jangan sengaja menghentakkan kaki agar diketahui atau didengar orang agar diketahui atau didengar orang perhiasan yang tersembunyi (gelang kaki dan lain-lain)

Pendapat Para Ulama

1. Ibnu Jarir At-Tabary (Wafat 310 H)
Kaum wanita tidak boleh memperlihatkan perhiasannya kepada laki-laki yang bukan muhrim, kecuali perhiasan zahir saja. Perhiasan itu ada dua macam, pertama yang tersembunyi seperti gelang tangan atau kaki, subang dan kalung. Kedua, yang nampak. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat ulama, antara lain ada yang berpendapat perhiasan yang nampak yaitu pakaian. Yang lainnya berpendapat perhiasan zahir adalah cincin, sipat mata (eye liner) dan muka. Sedangkan yang lainnya lagi berpendapat, perhiasan yang nampak adalah muka dan telapak tangan.
2. Ibnu Araby (468-543 H)
Perhiasan ada 2 macam, asli dan buatan. Yang asli seperti muka yang merupakan induk sumber hiasan kecantikan. Dan hiasan buatan seperti pakaian, make up atau alat-alat kecantikan, dan lain-lain. Ada perbedaan pendapat ulama tentang hiasan yang nampak. Pendapat pertama, yaitu pakaian (Ibnu Mas’ud), kedua yaitu celak dan cincin (Ibnu Abbas), ketiga yakni muka dan tapak tangan.
3. Ibnu Katsir (Wafat 774 H)
Seorang wanita muslimah tidak dibolehkan memperlihatkan perhiasan kepada kepala laki-laki yang bukan muhrim, kecuali perhiasan yang susah untuk menutupinya seperti selendang dan baju (mengikut Ibnu Mas’ud) dan menurut Ibnu Abbas, muka dan kedua telapak tangan serta cincin.
Demikianlah yang disimpulkan dari pendapat para ulama tafsir tentang aturan dan hukum tentang perhiasan atau bagaimana tubuh wanita yang boleh terlihat oleh laki-laki yang bukan muhrim, umumnya mereka berpendapat bahwa yang boleh terlihat pada tubuh wanita hanyalah muka dan telapak tangan serta perhiasan yang melekat pada keduanya. Batasan demikian dirujuk kepada hadits Nabi SAW yang berbunyi :
“Diceritakan oleh Siti Aisyah r.a., bahwa adiknya yang bernama Asma binti Abu Bakar pernah datang menghadap Rosulullah dengan berpakaian agak tipis, lalu Rosulullah berpaling dan bersabda, ‘Wahai Asma, bila seorang wanita telah baligh tidak boleh lagi terlihat kecuali ini dan ini. Lalu Rosulullah SAW menunjukkan pada muka dan tapak tangan beliau.” (H.R. Abu Dawud)
“Aisyah Ummul Mukminun r.a., menceritakan pada suatu hari saya pernah keluar rumah untuk menemui anak saudaraku Abdullah bin Taufalid dengan memakai perhiasan, lalu Rosulullah SAW marah, maka aku jawab, bukankah dia hanya anak saudaraku wahai Rosulullah? Dan beliau pun menjawab, apabila seorang wanita telah baligh (datang haid) tidak halal terlihat dari tubuhnya kecuali muka dan ini. Kata beliau, seraya menggenggam pergelangan tangannya dengan meninggalkan jarak satu genggaman pula dengan telapak tangan” (H.R. Ath Thabary)





Kesimpulan
Dari rujukan Al Qur’an dan hadits yang kita sebutkan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa :
  1. Pakaian Wanita Muslimah itu wajib menutupi aurat,
  2. Batas aurat wanita adalah muka dan tapak tangan,
  3. Kewajiban menutupi aurat itu berlaku setiap waktu di dalam dan di luar sholat, karena tidak satupun dalil yang mengatakan bahwa aurat wanita hanya ditutupi waktu sholat. Dan ayat Al Qur’an serta hadits di atas hubungannya bukan dalam hal sholat, tapi berlaku umum.Lanjutan;   klik disini