Oleh Hartono Ahmad Jaiz
Oleh Hartono Ahmad Jaiz
Apa itu inklusivisme? Inklusivisme itu adalah faham yang berbahaya bagi Islam. Berikut ini penjelasan dari pihak kelompok liberal sendiri:
Yang dikembangkan dalam Islam Liberal adalah inklusivisme dan pluralisme.
Inklusivisme itu menegaskan, kebenaran setiap agama harus terbuka. Perasaan soliter sebagai penghuni tunggal pulau kebenaran cukup dihindari oleh faksi inklusif ini. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut. Tapi, paradigma ini tetap tidak kedap kritik. Oleh paradigma pluralis, ia
dianggap membaca agama lain dengan kacamata agamanya sendiri.
Sedang paradigma plural (pluralisme): Setiap agama adalah jalan keselamatan. Perbedaan agama satu dengan yang lain, hanyalah masalah teknis, tidak prinsipil. Pandangan Plural ini tidak hanya berhenti pada sikap terbuka, melainkan juga sikap paralelisme. Yaitu sikap yang memandang semua agama sebagai jalan-jalan yang sejajar. Dengan itu, klaim kristianitas bahwa ia adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis (Rahman: 1996). Dari Islam yang tercatat sebagai tokoh pluralis adalah Gus Dur, Fazlurrahman (guru Nurcholish Madjid, Syafi’I Ma’arif dll di Chicago Amerika, pen), Masdar F Mas’udi, dan Djohan Effendi. (Abdul Moqsith Ghazali, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jakarta, Media Indonesia, Jum’at 26 Mei 2000, hal 8). (Lihat Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf, Pluralisme dan Pemurtadan, Pustaka Al-Kautsar, Jakrta, cetakan pertama, 2001, hal 116-117).
Inklusivisme itu menganggap ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut. Itu jelas meragukan benarnya Islam, maka di situlah rusaknya keislaman seseorang ketika sudah meragukan benarnya Islam; berarti dia telah keluar dari Islam alias murtad.
Bagaimana bisa terjadi, MUI Bali kok pernah mengundang Eep Sefulloh Fatah untuk diangsu (diambil) ilmunya, padahal anjuran darinya justru mengandung masalah yang sangat berbahaya bagi Islam.
Ada ungkapan-ungkapan Eep yang berbahaya di antaranya:
1. MUI yang telah berfatwa Juli 2005 tentang haramnya faham sepilis (sekulerisme, pluralisme agama alias menyamakan semua agama, dan liberalisme) –yang di antara dedengkotnya adalah Ulil – malah Eep menyarankan agar MUI menghormati Ulil. Ini sama dengan membiarkan MUI pusat mengeluarkan fatwanya, namun Eep cukup menggerilya MUI daerah seperti yang ia lakukan terhadap MUI Bali itu.
2. Eep menganjurkan bersikap inklusif, dengan menagatakan: ”Jadi menurut saya yang terpenting adalah bersikap inklusif dengan ketegasan tertentu yang kita yakini, jangan bersikap eksklusif dengan ketegasan yang kita yakini.” Perkataannya itu berbahaya, karena inklusivisme itu adalah faham yang
berbahaya bagi Islam. (http://www.nahimunkar.com/eep-ajak-mui-bali-hormati-ulil/)
Inti faham inklusivisme: tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut.
Bagi Islam, faham itu adalah faham kufur alias ingkar terhadap Islam, pelakunya disebut kafir. Karena telah mengingkari mutlak benarnya Islam yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (٢)
2. Itulah Al Quran yang tidak diragukan kebenarannya datang dari Allah, menjadi petunjuk bagi orang-orang yang taqwa, taat kepada Allah dan bertauhid (QS Al-Baqarah:2).
Lebih dari itu, ketika inklusivisme meningkat jadi faham pluralism agama maka jelas sangat bertentangan dengan Islam. Karena menurut faham pluralisme agama, klaim bahwa ia (suatu agama, bagi muslim ya Islam) adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis.
Penolakan (terhadap aqidah Islam yang menegaskan Islam adalah satu-satunya jalan yang benar) itu sama dengan menolak Islam. Karena dalam Islam telah jelas :
{وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [آل عمران: 85] {وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [آل عمران: 85]
85. siapa saja yang memilih agama selain Islam, Allah tidak akan menerima amalnya orang itu kelak di akhirat kelak termasuk orang-orang yang celaka nasibnya. (QS Ali ‘Imran/3 : 85).
Menolak Islam itu sendiri adalah kufur, orangnya disebut kafir. Nasib orang kafir telah dijelaskan, kekal di neraka Jahannam selama-lamanya.
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ } [البينة: 6]
6. Orang-orang kafir dari kaum Yahudi, kaum Nasrani dan kaum musyrik benar-benar akan masuk ke neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. mereka adalah manusia yang paling jahat. (QS Al-Bayyinah/ 98 : 6).
Jadi faham inklusivisme dan pluralisme agama itu adalah faham kufur yang sangat berbahaya bagi Islam. Menjadikan keyakinan Tauhid diganti dengan kekufuran. Bahkan masih ditingkatkan lagi dengan faham yang mereka sebut multikulturalisme, yang itu sama dengan pluralism agama, hanya saja semua kultur dianggap sejajar, parallel, dan tidak boleh ada yang mengklaim bahwa hanya kulturnya sendiri saja yang benar. Ketika demikian maka dianggap sumber konflik. Padahal, agama (Islam) hanya dianggap sebagai sub kultur, bagian dari kultur atau bagian dari budaya. Sehingga ketika Islam jelas-jelas ajarannya mengklaim sebagai satu-satunya yang benar (mereka sebut eksklusivisme itu tadi) maka dianggapnya sumber konflik, maka dianggap sebagai musuh bersama. Itulah jahatnya faham multikulturalisme
Kata multikulturalisme ini digunakan kelompok liberal sebagai usaha untuk tetap menyesatkan umat Islam yang mulai mengerti sesatnya pluralism dan pernah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dan faham pluralism agama itu ditolak ormas-ormas Islam.
Celakanya multikulturalisme ini sudah masuk ke kurikulum pendidikan agama Islam dari SD, SMP hingga SMA.
Yang cukup mencengangkan, pihak Kementerian Agama (Kemenag) sendiri justru sudah menerbitkan buku mengenai multikulturalisme ini. Salah satu judul buku Kemenag ini adalah”Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” (lihat Multikulturalisme Sama Bahayanya dengan Pluralisme http://www.nahimunkar.com/multikulturalisme-sama-bahayanya-dengan-pluralisme/)
Apa bahayanya ?
Bahayanya, tiga faham tersebut (inklusivisme, pluralisme agama, dan multikulturalisme) itu adalah semua menolak Islam yang menegaskan hanya Islam lah yang benar, yang diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yang pemeluknya yang beriman dan beramal shalih ikhlas untuk Allah maka dijanjikan surga oleh Allah Ta’ala. Penolakan itu adalah kekafiran. Bahkan kemusyrikan. Karena dalam riwayatnya, orang Majusi yang menolak haramnya bangkai lalu dibisikkan kepada kafir Quraisy agar membantah Islam tentang itu, kemudian dijawab oleh Allah Ta’ala :
{وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ} [الأنعام: 121]
..dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (QS Al-An’am : 121).[i]
Ketika yang dibantah itu hanya satu bagian dari hukum Islam yakni haramnya bangkai saja ternyata bila diikuti maka menjadi orang-orang musyrik ; apalagi kalau yang dibantah itu seluruh Islam, disamakan dengan agama lain, maka jelas-jelas lebih nyata jadi orang musyrik. Dan itulah yang dilakukan oleh faham inklusivisame, pluralisme agama, dan multikulturalisme. Jadi tidak lain hanyalah kemusyrikan baru yang sangat dahsyat, namun karena istilahnya bukan dari Islam, maka Umat Islam banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari bahwa inklusivisme, pluralisme agama, dan mukltikulturalisme itu adalah kemusyrikan baru..
Ketika yang dikembangkan di pendidikan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan kini ementerian Agama telah membuat panduan buku mutikulturalisme dalam apa yang disebut “Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” Maka sebenarnya yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan juga perguruan tinggi Islam se-Indonesia adalah pemusyrikan. Maka benarlah buku Hartono Ahmad Jaiz berjudul Ada Pemurtadan di IAIN. Maksudnya adalah di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Bahkan kini Kementerian Agama sudah menggarap sampai tingkat SMA dan SMK. Sehingga, namanya pendidikan (Islam) namun sejatinya pemusyrikan. Maka tidak mengherankan, di antara tokohnya seperti Azyumardi Azra yang kini jadi Kepala Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta telah bangga dengan biografinya yang jelas-jelas menuturkan pembelaannya terhadap agama musuh Islam yakni Ahmadiyah.(lihat Azra “Jawara” Pembela Ahmadiyah Agama Nabi Palsu http://www.nahimunkar.com/azra-jawara-pembela-ahmadiyah-agama-nabi-palsu/ )
Betapa memprihatinkannya.
Kenapa?
Karena pemusyrikan baru yang dilancarkan di dalam pendidikan Islam di Indonesia dengan nama inklusivisme, pluralism agama, dan multikulturalisme itu menurut Al-Qur’an adalah lebih dahsyat bahayanya dibanding pembunuhan fisik. Karena kalau seseorang itu yang dibunuh badannya, sedang hatinya masih beriman (bertauhid), maka insya Allah masuk surga. Tetapi kalau yang dibunuh itu imannya, dari Tauhid diganti dengan kemusyrikan baru yakni inklusivisme ataupun pluralism agama, ataupun multikulturalisme, maka masuk kubur sudah kosong iman tauhidnya berganti dengan kemusyrikan; maka masuk neraka. Hingga ditegaskan dalam Al-Qur’an:
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/191]
dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. (QS Al-Baqarah: 191)
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/217]
Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. (QS Al-Baqarah: 217).
Arti fitnah dalam kedua ayat di atas adalah pemusyrikan, yaitu mengembalikan orang mu’min kepada kemusyrikan. Itu dijelaskan oleh Imam At-Thabari dalam tafsirnya:
عن مجاهد في قول الله:”والفتنة أشدُّ من القتل” قال: ارتداد المؤمن إلى الوَثن أشدُّ عليه من القتل. –تفسير الطبري – (ج 3 / ص 565)
Dari Mujahid mengenai firman Allah وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ia berkata: mengembalikan (memurtadkan) orang mu’min kepada berhala itu lebih besar bahayanya atasnya daripada pembunuhan. (Tafsir At-Thabari juz 3 halaman 565).
Itulah betapa dahsyatnya pemusyrikan yang kini justru digalakkan secara intensip dan sistematis di perguruan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan sudah dilancarkan pula ke sekolah-sekolah.
Relakah generasi Muslim yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia bahkan merupakan penduduk yang jumlah Muslimnya terbesar di dunia ini dibunuhi imannya secara sistematis dijadikan pelaku-pelaku kemusyrikan baru dengan sebutan inklusivismer, pluralism agama, dan multikulturalisme itu?
Relakah generasi dan anak-anak Muslim se-Indonesia ini dijerumusukan oleh para pembawa ajaran kemusyrikan baru itu?
Dan relakah negeri ini menyedot uang dari rakyat (ingat, 70 persen penghasilan Negara adalah dari pajak, dan itu tentu disedot dari penduduk) yang mayoritas Muslim namun justru untuk membiayai perusakan iman Umat Islam diganti dengan kemusyrikan baru yang akan menjerumuskan ke neraka kekal selama-lamanya?
Relakah wahai saudara-sauadara?
(arrahmah.com)
Apa itu inklusivisme? Inklusivisme itu adalah faham yang berbahaya bagi Islam. Berikut ini penjelasan dari pihak kelompok liberal sendiri:
Yang dikembangkan dalam Islam Liberal adalah inklusivisme dan pluralisme.
Inklusivisme itu menegaskan, kebenaran setiap agama harus terbuka. Perasaan soliter sebagai penghuni tunggal pulau kebenaran cukup dihindari oleh faksi inklusif ini. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut. Tapi, paradigma ini tetap tidak kedap kritik. Oleh paradigma pluralis, ia
dianggap membaca agama lain dengan kacamata agamanya sendiri.
Sedang paradigma plural (pluralisme): Setiap agama adalah jalan keselamatan. Perbedaan agama satu dengan yang lain, hanyalah masalah teknis, tidak prinsipil. Pandangan Plural ini tidak hanya berhenti pada sikap terbuka, melainkan juga sikap paralelisme. Yaitu sikap yang memandang semua agama sebagai jalan-jalan yang sejajar. Dengan itu, klaim kristianitas bahwa ia adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis (Rahman: 1996). Dari Islam yang tercatat sebagai tokoh pluralis adalah Gus Dur, Fazlurrahman (guru Nurcholish Madjid, Syafi’I Ma’arif dll di Chicago Amerika, pen), Masdar F Mas’udi, dan Djohan Effendi. (Abdul Moqsith Ghazali, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jakarta, Media Indonesia, Jum’at 26 Mei 2000, hal 8). (Lihat Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf, Pluralisme dan Pemurtadan, Pustaka Al-Kautsar, Jakrta, cetakan pertama, 2001, hal 116-117).
Inklusivisme itu menganggap ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut. Itu jelas meragukan benarnya Islam, maka di situlah rusaknya keislaman seseorang ketika sudah meragukan benarnya Islam; berarti dia telah keluar dari Islam alias murtad.
Bagaimana bisa terjadi, MUI Bali kok pernah mengundang Eep Sefulloh Fatah untuk diangsu (diambil) ilmunya, padahal anjuran darinya justru mengandung masalah yang sangat berbahaya bagi Islam.
Ada ungkapan-ungkapan Eep yang berbahaya di antaranya:
1. MUI yang telah berfatwa Juli 2005 tentang haramnya faham sepilis (sekulerisme, pluralisme agama alias menyamakan semua agama, dan liberalisme) –yang di antara dedengkotnya adalah Ulil – malah Eep menyarankan agar MUI menghormati Ulil. Ini sama dengan membiarkan MUI pusat mengeluarkan fatwanya, namun Eep cukup menggerilya MUI daerah seperti yang ia lakukan terhadap MUI Bali itu.
2. Eep menganjurkan bersikap inklusif, dengan menagatakan: ”Jadi menurut saya yang terpenting adalah bersikap inklusif dengan ketegasan tertentu yang kita yakini, jangan bersikap eksklusif dengan ketegasan yang kita yakini.” Perkataannya itu berbahaya, karena inklusivisme itu adalah faham yang
berbahaya bagi Islam. (http://www.nahimunkar.com/eep-ajak-mui-bali-hormati-ulil/)
Inti faham inklusivisme: tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut.
Bagi Islam, faham itu adalah faham kufur alias ingkar terhadap Islam, pelakunya disebut kafir. Karena telah mengingkari mutlak benarnya Islam yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an:
Lebih dari itu, ketika inklusivisme meningkat jadi faham pluralism agama maka jelas sangat bertentangan dengan Islam. Karena menurut faham pluralisme agama, klaim bahwa ia (suatu agama, bagi muslim ya Islam) adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis.
Penolakan (terhadap aqidah Islam yang menegaskan Islam adalah satu-satunya jalan yang benar) itu sama dengan menolak Islam. Karena dalam Islam telah jelas :
Menolak Islam itu sendiri adalah kufur, orangnya disebut kafir. Nasib orang kafir telah dijelaskan, kekal di neraka Jahannam selama-lamanya.
Jadi faham inklusivisme dan pluralisme agama itu adalah faham kufur yang sangat berbahaya bagi Islam. Menjadikan keyakinan Tauhid diganti dengan kekufuran. Bahkan masih ditingkatkan lagi dengan faham yang mereka sebut multikulturalisme, yang itu sama dengan pluralism agama, hanya saja semua kultur dianggap sejajar, parallel, dan tidak boleh ada yang mengklaim bahwa hanya kulturnya sendiri saja yang benar. Ketika demikian maka dianggap sumber konflik. Padahal, agama (Islam) hanya dianggap sebagai sub kultur, bagian dari kultur atau bagian dari budaya. Sehingga ketika Islam jelas-jelas ajarannya mengklaim sebagai satu-satunya yang benar (mereka sebut eksklusivisme itu tadi) maka dianggapnya sumber konflik, maka dianggap sebagai musuh bersama. Itulah jahatnya faham multikulturalisme
Kata multikulturalisme ini digunakan kelompok liberal sebagai usaha untuk tetap menyesatkan umat Islam yang mulai mengerti sesatnya pluralism dan pernah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dan faham pluralism agama itu ditolak ormas-ormas Islam.
Celakanya multikulturalisme ini sudah masuk ke kurikulum pendidikan agama Islam dari SD, SMP hingga SMA.
Yang cukup mencengangkan, pihak Kementerian Agama (Kemenag) sendiri justru sudah menerbitkan buku mengenai multikulturalisme ini. Salah satu judul buku Kemenag ini adalah”Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” (lihat Multikulturalisme Sama Bahayanya dengan Pluralisme http://www.nahimunkar.com/multikulturalisme-sama-bahayanya-dengan-pluralisme/)
Apa bahayanya ?
Bahayanya, tiga faham tersebut (inklusivisme, pluralisme agama, dan multikulturalisme) itu adalah semua menolak Islam yang menegaskan hanya Islam lah yang benar, yang diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yang pemeluknya yang beriman dan beramal shalih ikhlas untuk Allah maka dijanjikan surga oleh Allah Ta’ala. Penolakan itu adalah kekafiran. Bahkan kemusyrikan. Karena dalam riwayatnya, orang Majusi yang menolak haramnya bangkai lalu dibisikkan kepada kafir Quraisy agar membantah Islam tentang itu, kemudian dijawab oleh Allah Ta’ala :
Ketika yang dibantah itu hanya satu bagian dari hukum Islam yakni haramnya bangkai saja ternyata bila diikuti maka menjadi orang-orang musyrik ; apalagi kalau yang dibantah itu seluruh Islam, disamakan dengan agama lain, maka jelas-jelas lebih nyata jadi orang musyrik. Dan itulah yang dilakukan oleh faham inklusivisame, pluralisme agama, dan multikulturalisme. Jadi tidak lain hanyalah kemusyrikan baru yang sangat dahsyat, namun karena istilahnya bukan dari Islam, maka Umat Islam banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari bahwa inklusivisme, pluralisme agama, dan mukltikulturalisme itu adalah kemusyrikan baru..
Ketika yang dikembangkan di pendidikan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan kini ementerian Agama telah membuat panduan buku mutikulturalisme dalam apa yang disebut “Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” Maka sebenarnya yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan juga perguruan tinggi Islam se-Indonesia adalah pemusyrikan. Maka benarlah buku Hartono Ahmad Jaiz berjudul Ada Pemurtadan di IAIN. Maksudnya adalah di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Bahkan kini Kementerian Agama sudah menggarap sampai tingkat SMA dan SMK. Sehingga, namanya pendidikan (Islam) namun sejatinya pemusyrikan. Maka tidak mengherankan, di antara tokohnya seperti Azyumardi Azra yang kini jadi Kepala Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta telah bangga dengan biografinya yang jelas-jelas menuturkan pembelaannya terhadap agama musuh Islam yakni Ahmadiyah.(lihat Azra “Jawara” Pembela Ahmadiyah Agama Nabi Palsu http://www.nahimunkar.com/azra-jawara-pembela-ahmadiyah-agama-nabi-palsu/ )
Betapa memprihatinkannya.
Kenapa?
Karena pemusyrikan baru yang dilancarkan di dalam pendidikan Islam di Indonesia dengan nama inklusivisme, pluralism agama, dan multikulturalisme itu menurut Al-Qur’an adalah lebih dahsyat bahayanya dibanding pembunuhan fisik. Karena kalau seseorang itu yang dibunuh badannya, sedang hatinya masih beriman (bertauhid), maka insya Allah masuk surga. Tetapi kalau yang dibunuh itu imannya, dari Tauhid diganti dengan kemusyrikan baru yakni inklusivisme ataupun pluralism agama, ataupun multikulturalisme, maka masuk kubur sudah kosong iman tauhidnya berganti dengan kemusyrikan; maka masuk neraka. Hingga ditegaskan dalam Al-Qur’an:
Arti fitnah dalam kedua ayat di atas adalah pemusyrikan, yaitu mengembalikan orang mu’min kepada kemusyrikan. Itu dijelaskan oleh Imam At-Thabari dalam tafsirnya:
Itulah betapa dahsyatnya pemusyrikan yang kini justru digalakkan secara intensip dan sistematis di perguruan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan sudah dilancarkan pula ke sekolah-sekolah.
Relakah generasi Muslim yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia bahkan merupakan penduduk yang jumlah Muslimnya terbesar di dunia ini dibunuhi imannya secara sistematis dijadikan pelaku-pelaku kemusyrikan baru dengan sebutan inklusivismer, pluralism agama, dan multikulturalisme itu?
Relakah generasi dan anak-anak Muslim se-Indonesia ini dijerumusukan oleh para pembawa ajaran kemusyrikan baru itu?
Dan relakah negeri ini menyedot uang dari rakyat (ingat, 70 persen penghasilan Negara adalah dari pajak, dan itu tentu disedot dari penduduk) yang mayoritas Muslim namun justru untuk membiayai perusakan iman Umat Islam diganti dengan kemusyrikan baru yang akan menjerumuskan ke neraka kekal selama-lamanya?
Relakah wahai saudara-sauadara?
(arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/10/20/bahaya-faham-inklusivisme-pluralisme-agama-multikulturalisme.html#sthash.bGT3YFEu.dpuf
Yang dikembangkan dalam Islam Liberal adalah inklusivisme dan pluralisme.
Inklusivisme itu menegaskan, kebenaran setiap agama harus terbuka. Perasaan soliter sebagai penghuni tunggal pulau kebenaran cukup dihindari oleh faksi inklusif ini. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut. Tapi, paradigma ini tetap tidak kedap kritik. Oleh paradigma pluralis, ia
dianggap membaca agama lain dengan kacamata agamanya sendiri.
Sedang paradigma plural (pluralisme): Setiap agama adalah jalan keselamatan. Perbedaan agama satu dengan yang lain, hanyalah masalah teknis, tidak prinsipil. Pandangan Plural ini tidak hanya berhenti pada sikap terbuka, melainkan juga sikap paralelisme. Yaitu sikap yang memandang semua agama sebagai jalan-jalan yang sejajar. Dengan itu, klaim kristianitas bahwa ia adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis (Rahman: 1996). Dari Islam yang tercatat sebagai tokoh pluralis adalah Gus Dur, Fazlurrahman (guru Nurcholish Madjid, Syafi’I Ma’arif dll di Chicago Amerika, pen), Masdar F Mas’udi, dan Djohan Effendi. (Abdul Moqsith Ghazali, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jakarta, Media Indonesia, Jum’at 26 Mei 2000, hal 8). (Lihat Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf, Pluralisme dan Pemurtadan, Pustaka Al-Kautsar, Jakrta, cetakan pertama, 2001, hal 116-117).
Inklusivisme itu menganggap ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut. Itu jelas meragukan benarnya Islam, maka di situlah rusaknya keislaman seseorang ketika sudah meragukan benarnya Islam; berarti dia telah keluar dari Islam alias murtad.
Bagaimana bisa terjadi, MUI Bali kok pernah mengundang Eep Sefulloh Fatah untuk diangsu (diambil) ilmunya, padahal anjuran darinya justru mengandung masalah yang sangat berbahaya bagi Islam.
Ada ungkapan-ungkapan Eep yang berbahaya di antaranya:
1. MUI yang telah berfatwa Juli 2005 tentang haramnya faham sepilis (sekulerisme, pluralisme agama alias menyamakan semua agama, dan liberalisme) –yang di antara dedengkotnya adalah Ulil – malah Eep menyarankan agar MUI menghormati Ulil. Ini sama dengan membiarkan MUI pusat mengeluarkan fatwanya, namun Eep cukup menggerilya MUI daerah seperti yang ia lakukan terhadap MUI Bali itu.
2. Eep menganjurkan bersikap inklusif, dengan menagatakan: ”Jadi menurut saya yang terpenting adalah bersikap inklusif dengan ketegasan tertentu yang kita yakini, jangan bersikap eksklusif dengan ketegasan yang kita yakini.” Perkataannya itu berbahaya, karena inklusivisme itu adalah faham yang
berbahaya bagi Islam. (http://www.nahimunkar.com/eep-ajak-mui-bali-hormati-ulil/)
Inti faham inklusivisme: tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut.
Bagi Islam, faham itu adalah faham kufur alias ingkar terhadap Islam, pelakunya disebut kafir. Karena telah mengingkari mutlak benarnya Islam yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (٢)
2. Itulah Al Quran yang tidak diragukan kebenarannya datang dari Allah, menjadi petunjuk bagi orang-orang yang taqwa, taat kepada Allah dan bertauhid (QS Al-Baqarah:2).Lebih dari itu, ketika inklusivisme meningkat jadi faham pluralism agama maka jelas sangat bertentangan dengan Islam. Karena menurut faham pluralisme agama, klaim bahwa ia (suatu agama, bagi muslim ya Islam) adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis.
Penolakan (terhadap aqidah Islam yang menegaskan Islam adalah satu-satunya jalan yang benar) itu sama dengan menolak Islam. Karena dalam Islam telah jelas :
{وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [آل عمران: 85] {وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [آل عمران: 85]
85. siapa saja yang memilih agama selain Islam, Allah tidak akan menerima amalnya orang itu kelak di akhirat kelak termasuk orang-orang yang celaka nasibnya. (QS Ali ‘Imran/3 : 85).Menolak Islam itu sendiri adalah kufur, orangnya disebut kafir. Nasib orang kafir telah dijelaskan, kekal di neraka Jahannam selama-lamanya.
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ } [البينة: 6]
6. Orang-orang kafir dari kaum Yahudi, kaum Nasrani dan kaum musyrik benar-benar akan masuk ke neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. mereka adalah manusia yang paling jahat. (QS Al-Bayyinah/ 98 : 6).Jadi faham inklusivisme dan pluralisme agama itu adalah faham kufur yang sangat berbahaya bagi Islam. Menjadikan keyakinan Tauhid diganti dengan kekufuran. Bahkan masih ditingkatkan lagi dengan faham yang mereka sebut multikulturalisme, yang itu sama dengan pluralism agama, hanya saja semua kultur dianggap sejajar, parallel, dan tidak boleh ada yang mengklaim bahwa hanya kulturnya sendiri saja yang benar. Ketika demikian maka dianggap sumber konflik. Padahal, agama (Islam) hanya dianggap sebagai sub kultur, bagian dari kultur atau bagian dari budaya. Sehingga ketika Islam jelas-jelas ajarannya mengklaim sebagai satu-satunya yang benar (mereka sebut eksklusivisme itu tadi) maka dianggapnya sumber konflik, maka dianggap sebagai musuh bersama. Itulah jahatnya faham multikulturalisme
Kata multikulturalisme ini digunakan kelompok liberal sebagai usaha untuk tetap menyesatkan umat Islam yang mulai mengerti sesatnya pluralism dan pernah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dan faham pluralism agama itu ditolak ormas-ormas Islam.
Celakanya multikulturalisme ini sudah masuk ke kurikulum pendidikan agama Islam dari SD, SMP hingga SMA.
Yang cukup mencengangkan, pihak Kementerian Agama (Kemenag) sendiri justru sudah menerbitkan buku mengenai multikulturalisme ini. Salah satu judul buku Kemenag ini adalah”Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” (lihat Multikulturalisme Sama Bahayanya dengan Pluralisme http://www.nahimunkar.com/multikulturalisme-sama-bahayanya-dengan-pluralisme/)
Apa bahayanya ?
Bahayanya, tiga faham tersebut (inklusivisme, pluralisme agama, dan multikulturalisme) itu adalah semua menolak Islam yang menegaskan hanya Islam lah yang benar, yang diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yang pemeluknya yang beriman dan beramal shalih ikhlas untuk Allah maka dijanjikan surga oleh Allah Ta’ala. Penolakan itu adalah kekafiran. Bahkan kemusyrikan. Karena dalam riwayatnya, orang Majusi yang menolak haramnya bangkai lalu dibisikkan kepada kafir Quraisy agar membantah Islam tentang itu, kemudian dijawab oleh Allah Ta’ala :
{وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ} [الأنعام: 121]
..dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (QS Al-An’am : 121).[i]Ketika yang dibantah itu hanya satu bagian dari hukum Islam yakni haramnya bangkai saja ternyata bila diikuti maka menjadi orang-orang musyrik ; apalagi kalau yang dibantah itu seluruh Islam, disamakan dengan agama lain, maka jelas-jelas lebih nyata jadi orang musyrik. Dan itulah yang dilakukan oleh faham inklusivisame, pluralisme agama, dan multikulturalisme. Jadi tidak lain hanyalah kemusyrikan baru yang sangat dahsyat, namun karena istilahnya bukan dari Islam, maka Umat Islam banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari bahwa inklusivisme, pluralisme agama, dan mukltikulturalisme itu adalah kemusyrikan baru..
Ketika yang dikembangkan di pendidikan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan kini ementerian Agama telah membuat panduan buku mutikulturalisme dalam apa yang disebut “Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” Maka sebenarnya yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan juga perguruan tinggi Islam se-Indonesia adalah pemusyrikan. Maka benarlah buku Hartono Ahmad Jaiz berjudul Ada Pemurtadan di IAIN. Maksudnya adalah di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Bahkan kini Kementerian Agama sudah menggarap sampai tingkat SMA dan SMK. Sehingga, namanya pendidikan (Islam) namun sejatinya pemusyrikan. Maka tidak mengherankan, di antara tokohnya seperti Azyumardi Azra yang kini jadi Kepala Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta telah bangga dengan biografinya yang jelas-jelas menuturkan pembelaannya terhadap agama musuh Islam yakni Ahmadiyah.(lihat Azra “Jawara” Pembela Ahmadiyah Agama Nabi Palsu http://www.nahimunkar.com/azra-jawara-pembela-ahmadiyah-agama-nabi-palsu/ )
Betapa memprihatinkannya.
Kenapa?
Karena pemusyrikan baru yang dilancarkan di dalam pendidikan Islam di Indonesia dengan nama inklusivisme, pluralism agama, dan multikulturalisme itu menurut Al-Qur’an adalah lebih dahsyat bahayanya dibanding pembunuhan fisik. Karena kalau seseorang itu yang dibunuh badannya, sedang hatinya masih beriman (bertauhid), maka insya Allah masuk surga. Tetapi kalau yang dibunuh itu imannya, dari Tauhid diganti dengan kemusyrikan baru yakni inklusivisme ataupun pluralism agama, ataupun multikulturalisme, maka masuk kubur sudah kosong iman tauhidnya berganti dengan kemusyrikan; maka masuk neraka. Hingga ditegaskan dalam Al-Qur’an:
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/191]
dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. (QS Al-Baqarah: 191)
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/217]
Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. (QS Al-Baqarah: 217).Arti fitnah dalam kedua ayat di atas adalah pemusyrikan, yaitu mengembalikan orang mu’min kepada kemusyrikan. Itu dijelaskan oleh Imam At-Thabari dalam tafsirnya:
عن مجاهد في قول الله:”والفتنة أشدُّ من القتل” قال: ارتداد المؤمن إلى الوَثن أشدُّ عليه من القتل. –تفسير الطبري – (ج 3 / ص 565)
Dari Mujahid mengenai firman Allah وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ia berkata: mengembalikan (memurtadkan) orang mu’min kepada berhala itu lebih besar bahayanya atasnya daripada pembunuhan. (Tafsir At-Thabari juz 3 halaman 565).Itulah betapa dahsyatnya pemusyrikan yang kini justru digalakkan secara intensip dan sistematis di perguruan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan sudah dilancarkan pula ke sekolah-sekolah.
Relakah generasi Muslim yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia bahkan merupakan penduduk yang jumlah Muslimnya terbesar di dunia ini dibunuhi imannya secara sistematis dijadikan pelaku-pelaku kemusyrikan baru dengan sebutan inklusivismer, pluralism agama, dan multikulturalisme itu?
Relakah generasi dan anak-anak Muslim se-Indonesia ini dijerumusukan oleh para pembawa ajaran kemusyrikan baru itu?
Dan relakah negeri ini menyedot uang dari rakyat (ingat, 70 persen penghasilan Negara adalah dari pajak, dan itu tentu disedot dari penduduk) yang mayoritas Muslim namun justru untuk membiayai perusakan iman Umat Islam diganti dengan kemusyrikan baru yang akan menjerumuskan ke neraka kekal selama-lamanya?
Relakah wahai saudara-sauadara?
(arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/10/20/bahaya-faham-inklusivisme-pluralisme-agama-multikulturalisme.html#sthash.bGT3YFEu.dpuf
Apa itu inklusivisme? Inklusivisme itu adalah faham yang berbahaya bagi Islam. Berikut ini penjelasan dari pihak kelompok liberal sendiri:
Yang dikembangkan dalam Islam Liberal adalah inklusivisme dan pluralisme.
Inklusivisme itu menegaskan, kebenaran setiap agama harus terbuka. Perasaan soliter sebagai penghuni tunggal pulau kebenaran cukup dihindari oleh faksi inklusif ini. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut. Tapi, paradigma ini tetap tidak kedap kritik. Oleh paradigma pluralis, ia
dianggap membaca agama lain dengan kacamata agamanya sendiri.
Sedang paradigma plural (pluralisme): Setiap agama adalah jalan keselamatan. Perbedaan agama satu dengan yang lain, hanyalah masalah teknis, tidak prinsipil. Pandangan Plural ini tidak hanya berhenti pada sikap terbuka, melainkan juga sikap paralelisme. Yaitu sikap yang memandang semua agama sebagai jalan-jalan yang sejajar. Dengan itu, klaim kristianitas bahwa ia adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis (Rahman: 1996). Dari Islam yang tercatat sebagai tokoh pluralis adalah Gus Dur, Fazlurrahman (guru Nurcholish Madjid, Syafi’I Ma’arif dll di Chicago Amerika, pen), Masdar F Mas’udi, dan Djohan Effendi. (Abdul Moqsith Ghazali, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jakarta, Media Indonesia, Jum’at 26 Mei 2000, hal 8). (Lihat Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf, Pluralisme dan Pemurtadan, Pustaka Al-Kautsar, Jakrta, cetakan pertama, 2001, hal 116-117).
Inklusivisme itu menganggap ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut. Itu jelas meragukan benarnya Islam, maka di situlah rusaknya keislaman seseorang ketika sudah meragukan benarnya Islam; berarti dia telah keluar dari Islam alias murtad.
Bagaimana bisa terjadi, MUI Bali kok pernah mengundang Eep Sefulloh Fatah untuk diangsu (diambil) ilmunya, padahal anjuran darinya justru mengandung masalah yang sangat berbahaya bagi Islam.
Ada ungkapan-ungkapan Eep yang berbahaya di antaranya:
1. MUI yang telah berfatwa Juli 2005 tentang haramnya faham sepilis (sekulerisme, pluralisme agama alias menyamakan semua agama, dan liberalisme) –yang di antara dedengkotnya adalah Ulil – malah Eep menyarankan agar MUI menghormati Ulil. Ini sama dengan membiarkan MUI pusat mengeluarkan fatwanya, namun Eep cukup menggerilya MUI daerah seperti yang ia lakukan terhadap MUI Bali itu.
2. Eep menganjurkan bersikap inklusif, dengan menagatakan: ”Jadi menurut saya yang terpenting adalah bersikap inklusif dengan ketegasan tertentu yang kita yakini, jangan bersikap eksklusif dengan ketegasan yang kita yakini.” Perkataannya itu berbahaya, karena inklusivisme itu adalah faham yang
berbahaya bagi Islam. (http://www.nahimunkar.com/eep-ajak-mui-bali-hormati-ulil/)
Inti faham inklusivisme: tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut.
Bagi Islam, faham itu adalah faham kufur alias ingkar terhadap Islam, pelakunya disebut kafir. Karena telah mengingkari mutlak benarnya Islam yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an:
Lebih dari itu, ketika inklusivisme meningkat jadi faham pluralism agama maka jelas sangat bertentangan dengan Islam. Karena menurut faham pluralisme agama, klaim bahwa ia (suatu agama, bagi muslim ya Islam) adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis.
Penolakan (terhadap aqidah Islam yang menegaskan Islam adalah satu-satunya jalan yang benar) itu sama dengan menolak Islam. Karena dalam Islam telah jelas :
Menolak Islam itu sendiri adalah kufur, orangnya disebut kafir. Nasib orang kafir telah dijelaskan, kekal di neraka Jahannam selama-lamanya.
Jadi faham inklusivisme dan pluralisme agama itu adalah faham kufur yang sangat berbahaya bagi Islam. Menjadikan keyakinan Tauhid diganti dengan kekufuran. Bahkan masih ditingkatkan lagi dengan faham yang mereka sebut multikulturalisme, yang itu sama dengan pluralism agama, hanya saja semua kultur dianggap sejajar, parallel, dan tidak boleh ada yang mengklaim bahwa hanya kulturnya sendiri saja yang benar. Ketika demikian maka dianggap sumber konflik. Padahal, agama (Islam) hanya dianggap sebagai sub kultur, bagian dari kultur atau bagian dari budaya. Sehingga ketika Islam jelas-jelas ajarannya mengklaim sebagai satu-satunya yang benar (mereka sebut eksklusivisme itu tadi) maka dianggapnya sumber konflik, maka dianggap sebagai musuh bersama. Itulah jahatnya faham multikulturalisme
Kata multikulturalisme ini digunakan kelompok liberal sebagai usaha untuk tetap menyesatkan umat Islam yang mulai mengerti sesatnya pluralism dan pernah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dan faham pluralism agama itu ditolak ormas-ormas Islam.
Celakanya multikulturalisme ini sudah masuk ke kurikulum pendidikan agama Islam dari SD, SMP hingga SMA.
Yang cukup mencengangkan, pihak Kementerian Agama (Kemenag) sendiri justru sudah menerbitkan buku mengenai multikulturalisme ini. Salah satu judul buku Kemenag ini adalah”Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” (lihat Multikulturalisme Sama Bahayanya dengan Pluralisme http://www.nahimunkar.com/multikulturalisme-sama-bahayanya-dengan-pluralisme/)
Apa bahayanya ?
Bahayanya, tiga faham tersebut (inklusivisme, pluralisme agama, dan multikulturalisme) itu adalah semua menolak Islam yang menegaskan hanya Islam lah yang benar, yang diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yang pemeluknya yang beriman dan beramal shalih ikhlas untuk Allah maka dijanjikan surga oleh Allah Ta’ala. Penolakan itu adalah kekafiran. Bahkan kemusyrikan. Karena dalam riwayatnya, orang Majusi yang menolak haramnya bangkai lalu dibisikkan kepada kafir Quraisy agar membantah Islam tentang itu, kemudian dijawab oleh Allah Ta’ala :
Ketika yang dibantah itu hanya satu bagian dari hukum Islam yakni haramnya bangkai saja ternyata bila diikuti maka menjadi orang-orang musyrik ; apalagi kalau yang dibantah itu seluruh Islam, disamakan dengan agama lain, maka jelas-jelas lebih nyata jadi orang musyrik. Dan itulah yang dilakukan oleh faham inklusivisame, pluralisme agama, dan multikulturalisme. Jadi tidak lain hanyalah kemusyrikan baru yang sangat dahsyat, namun karena istilahnya bukan dari Islam, maka Umat Islam banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari bahwa inklusivisme, pluralisme agama, dan mukltikulturalisme itu adalah kemusyrikan baru..
Ketika yang dikembangkan di pendidikan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan kini ementerian Agama telah membuat panduan buku mutikulturalisme dalam apa yang disebut “Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” Maka sebenarnya yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan juga perguruan tinggi Islam se-Indonesia adalah pemusyrikan. Maka benarlah buku Hartono Ahmad Jaiz berjudul Ada Pemurtadan di IAIN. Maksudnya adalah di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Bahkan kini Kementerian Agama sudah menggarap sampai tingkat SMA dan SMK. Sehingga, namanya pendidikan (Islam) namun sejatinya pemusyrikan. Maka tidak mengherankan, di antara tokohnya seperti Azyumardi Azra yang kini jadi Kepala Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta telah bangga dengan biografinya yang jelas-jelas menuturkan pembelaannya terhadap agama musuh Islam yakni Ahmadiyah.(lihat Azra “Jawara” Pembela Ahmadiyah Agama Nabi Palsu http://www.nahimunkar.com/azra-jawara-pembela-ahmadiyah-agama-nabi-palsu/ )
Betapa memprihatinkannya.
Kenapa?
Karena pemusyrikan baru yang dilancarkan di dalam pendidikan Islam di Indonesia dengan nama inklusivisme, pluralism agama, dan multikulturalisme itu menurut Al-Qur’an adalah lebih dahsyat bahayanya dibanding pembunuhan fisik. Karena kalau seseorang itu yang dibunuh badannya, sedang hatinya masih beriman (bertauhid), maka insya Allah masuk surga. Tetapi kalau yang dibunuh itu imannya, dari Tauhid diganti dengan kemusyrikan baru yakni inklusivisme ataupun pluralism agama, ataupun multikulturalisme, maka masuk kubur sudah kosong iman tauhidnya berganti dengan kemusyrikan; maka masuk neraka. Hingga ditegaskan dalam Al-Qur’an:
Arti fitnah dalam kedua ayat di atas adalah pemusyrikan, yaitu mengembalikan orang mu’min kepada kemusyrikan. Itu dijelaskan oleh Imam At-Thabari dalam tafsirnya:
Itulah betapa dahsyatnya pemusyrikan yang kini justru digalakkan secara intensip dan sistematis di perguruan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan sudah dilancarkan pula ke sekolah-sekolah.
Relakah generasi Muslim yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia bahkan merupakan penduduk yang jumlah Muslimnya terbesar di dunia ini dibunuhi imannya secara sistematis dijadikan pelaku-pelaku kemusyrikan baru dengan sebutan inklusivismer, pluralism agama, dan multikulturalisme itu?
Relakah generasi dan anak-anak Muslim se-Indonesia ini dijerumusukan oleh para pembawa ajaran kemusyrikan baru itu?
Dan relakah negeri ini menyedot uang dari rakyat (ingat, 70 persen penghasilan Negara adalah dari pajak, dan itu tentu disedot dari penduduk) yang mayoritas Muslim namun justru untuk membiayai perusakan iman Umat Islam diganti dengan kemusyrikan baru yang akan menjerumuskan ke neraka kekal selama-lamanya?
Relakah wahai saudara-sauadara?
Yang dikembangkan dalam Islam Liberal adalah inklusivisme dan pluralisme.
Inklusivisme itu menegaskan, kebenaran setiap agama harus terbuka. Perasaan soliter sebagai penghuni tunggal pulau kebenaran cukup dihindari oleh faksi inklusif ini. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut. Tapi, paradigma ini tetap tidak kedap kritik. Oleh paradigma pluralis, ia
dianggap membaca agama lain dengan kacamata agamanya sendiri.
Sedang paradigma plural (pluralisme): Setiap agama adalah jalan keselamatan. Perbedaan agama satu dengan yang lain, hanyalah masalah teknis, tidak prinsipil. Pandangan Plural ini tidak hanya berhenti pada sikap terbuka, melainkan juga sikap paralelisme. Yaitu sikap yang memandang semua agama sebagai jalan-jalan yang sejajar. Dengan itu, klaim kristianitas bahwa ia adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis (Rahman: 1996). Dari Islam yang tercatat sebagai tokoh pluralis adalah Gus Dur, Fazlurrahman (guru Nurcholish Madjid, Syafi’I Ma’arif dll di Chicago Amerika, pen), Masdar F Mas’udi, dan Djohan Effendi. (Abdul Moqsith Ghazali, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jakarta, Media Indonesia, Jum’at 26 Mei 2000, hal 8). (Lihat Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf, Pluralisme dan Pemurtadan, Pustaka Al-Kautsar, Jakrta, cetakan pertama, 2001, hal 116-117).
Inklusivisme itu menganggap ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut. Itu jelas meragukan benarnya Islam, maka di situlah rusaknya keislaman seseorang ketika sudah meragukan benarnya Islam; berarti dia telah keluar dari Islam alias murtad.
Bagaimana bisa terjadi, MUI Bali kok pernah mengundang Eep Sefulloh Fatah untuk diangsu (diambil) ilmunya, padahal anjuran darinya justru mengandung masalah yang sangat berbahaya bagi Islam.
Ada ungkapan-ungkapan Eep yang berbahaya di antaranya:
1. MUI yang telah berfatwa Juli 2005 tentang haramnya faham sepilis (sekulerisme, pluralisme agama alias menyamakan semua agama, dan liberalisme) –yang di antara dedengkotnya adalah Ulil – malah Eep menyarankan agar MUI menghormati Ulil. Ini sama dengan membiarkan MUI pusat mengeluarkan fatwanya, namun Eep cukup menggerilya MUI daerah seperti yang ia lakukan terhadap MUI Bali itu.
2. Eep menganjurkan bersikap inklusif, dengan menagatakan: ”Jadi menurut saya yang terpenting adalah bersikap inklusif dengan ketegasan tertentu yang kita yakini, jangan bersikap eksklusif dengan ketegasan yang kita yakini.” Perkataannya itu berbahaya, karena inklusivisme itu adalah faham yang
berbahaya bagi Islam. (http://www.nahimunkar.com/eep-ajak-mui-bali-hormati-ulil/)
Inti faham inklusivisme: tidak menutup kemungkinan ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya terdapat kekeliruan pada agama yang kita anut.
Bagi Islam, faham itu adalah faham kufur alias ingkar terhadap Islam, pelakunya disebut kafir. Karena telah mengingkari mutlak benarnya Islam yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (٢)
2. Itulah Al Quran yang tidak diragukan kebenarannya datang dari Allah, menjadi petunjuk bagi orang-orang yang taqwa, taat kepada Allah dan bertauhid (QS Al-Baqarah:2).Lebih dari itu, ketika inklusivisme meningkat jadi faham pluralism agama maka jelas sangat bertentangan dengan Islam. Karena menurut faham pluralisme agama, klaim bahwa ia (suatu agama, bagi muslim ya Islam) adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis.
Penolakan (terhadap aqidah Islam yang menegaskan Islam adalah satu-satunya jalan yang benar) itu sama dengan menolak Islam. Karena dalam Islam telah jelas :
{وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [آل عمران: 85] {وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [آل عمران: 85]
85. siapa saja yang memilih agama selain Islam, Allah tidak akan menerima amalnya orang itu kelak di akhirat kelak termasuk orang-orang yang celaka nasibnya. (QS Ali ‘Imran/3 : 85).Menolak Islam itu sendiri adalah kufur, orangnya disebut kafir. Nasib orang kafir telah dijelaskan, kekal di neraka Jahannam selama-lamanya.
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ } [البينة: 6]
6. Orang-orang kafir dari kaum Yahudi, kaum Nasrani dan kaum musyrik benar-benar akan masuk ke neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. mereka adalah manusia yang paling jahat. (QS Al-Bayyinah/ 98 : 6).Jadi faham inklusivisme dan pluralisme agama itu adalah faham kufur yang sangat berbahaya bagi Islam. Menjadikan keyakinan Tauhid diganti dengan kekufuran. Bahkan masih ditingkatkan lagi dengan faham yang mereka sebut multikulturalisme, yang itu sama dengan pluralism agama, hanya saja semua kultur dianggap sejajar, parallel, dan tidak boleh ada yang mengklaim bahwa hanya kulturnya sendiri saja yang benar. Ketika demikian maka dianggap sumber konflik. Padahal, agama (Islam) hanya dianggap sebagai sub kultur, bagian dari kultur atau bagian dari budaya. Sehingga ketika Islam jelas-jelas ajarannya mengklaim sebagai satu-satunya yang benar (mereka sebut eksklusivisme itu tadi) maka dianggapnya sumber konflik, maka dianggap sebagai musuh bersama. Itulah jahatnya faham multikulturalisme
Kata multikulturalisme ini digunakan kelompok liberal sebagai usaha untuk tetap menyesatkan umat Islam yang mulai mengerti sesatnya pluralism dan pernah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dan faham pluralism agama itu ditolak ormas-ormas Islam.
Celakanya multikulturalisme ini sudah masuk ke kurikulum pendidikan agama Islam dari SD, SMP hingga SMA.
Yang cukup mencengangkan, pihak Kementerian Agama (Kemenag) sendiri justru sudah menerbitkan buku mengenai multikulturalisme ini. Salah satu judul buku Kemenag ini adalah”Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” (lihat Multikulturalisme Sama Bahayanya dengan Pluralisme http://www.nahimunkar.com/multikulturalisme-sama-bahayanya-dengan-pluralisme/)
Apa bahayanya ?
Bahayanya, tiga faham tersebut (inklusivisme, pluralisme agama, dan multikulturalisme) itu adalah semua menolak Islam yang menegaskan hanya Islam lah yang benar, yang diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yang pemeluknya yang beriman dan beramal shalih ikhlas untuk Allah maka dijanjikan surga oleh Allah Ta’ala. Penolakan itu adalah kekafiran. Bahkan kemusyrikan. Karena dalam riwayatnya, orang Majusi yang menolak haramnya bangkai lalu dibisikkan kepada kafir Quraisy agar membantah Islam tentang itu, kemudian dijawab oleh Allah Ta’ala :
{وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ} [الأنعام: 121]
..dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (QS Al-An’am : 121).[i]Ketika yang dibantah itu hanya satu bagian dari hukum Islam yakni haramnya bangkai saja ternyata bila diikuti maka menjadi orang-orang musyrik ; apalagi kalau yang dibantah itu seluruh Islam, disamakan dengan agama lain, maka jelas-jelas lebih nyata jadi orang musyrik. Dan itulah yang dilakukan oleh faham inklusivisame, pluralisme agama, dan multikulturalisme. Jadi tidak lain hanyalah kemusyrikan baru yang sangat dahsyat, namun karena istilahnya bukan dari Islam, maka Umat Islam banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari bahwa inklusivisme, pluralisme agama, dan mukltikulturalisme itu adalah kemusyrikan baru..
Ketika yang dikembangkan di pendidikan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan kini ementerian Agama telah membuat panduan buku mutikulturalisme dalam apa yang disebut “Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” Maka sebenarnya yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan juga perguruan tinggi Islam se-Indonesia adalah pemusyrikan. Maka benarlah buku Hartono Ahmad Jaiz berjudul Ada Pemurtadan di IAIN. Maksudnya adalah di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Bahkan kini Kementerian Agama sudah menggarap sampai tingkat SMA dan SMK. Sehingga, namanya pendidikan (Islam) namun sejatinya pemusyrikan. Maka tidak mengherankan, di antara tokohnya seperti Azyumardi Azra yang kini jadi Kepala Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta telah bangga dengan biografinya yang jelas-jelas menuturkan pembelaannya terhadap agama musuh Islam yakni Ahmadiyah.(lihat Azra “Jawara” Pembela Ahmadiyah Agama Nabi Palsu http://www.nahimunkar.com/azra-jawara-pembela-ahmadiyah-agama-nabi-palsu/ )
Betapa memprihatinkannya.
Kenapa?
Karena pemusyrikan baru yang dilancarkan di dalam pendidikan Islam di Indonesia dengan nama inklusivisme, pluralism agama, dan multikulturalisme itu menurut Al-Qur’an adalah lebih dahsyat bahayanya dibanding pembunuhan fisik. Karena kalau seseorang itu yang dibunuh badannya, sedang hatinya masih beriman (bertauhid), maka insya Allah masuk surga. Tetapi kalau yang dibunuh itu imannya, dari Tauhid diganti dengan kemusyrikan baru yakni inklusivisme ataupun pluralism agama, ataupun multikulturalisme, maka masuk kubur sudah kosong iman tauhidnya berganti dengan kemusyrikan; maka masuk neraka. Hingga ditegaskan dalam Al-Qur’an:
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/191]
dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. (QS Al-Baqarah: 191)
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/217]
Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. (QS Al-Baqarah: 217).Arti fitnah dalam kedua ayat di atas adalah pemusyrikan, yaitu mengembalikan orang mu’min kepada kemusyrikan. Itu dijelaskan oleh Imam At-Thabari dalam tafsirnya:
عن مجاهد في قول الله:”والفتنة أشدُّ من القتل” قال: ارتداد المؤمن إلى الوَثن أشدُّ عليه من القتل. –تفسير الطبري – (ج 3 / ص 565)
Dari Mujahid mengenai firman Allah وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ia berkata: mengembalikan (memurtadkan) orang mu’min kepada berhala itu lebih besar bahayanya atasnya daripada pembunuhan. (Tafsir At-Thabari juz 3 halaman 565).Itulah betapa dahsyatnya pemusyrikan yang kini justru digalakkan secara intensip dan sistematis di perguruan tinggi Islam se-Indonesia, bahkan sudah dilancarkan pula ke sekolah-sekolah.
Relakah generasi Muslim yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia bahkan merupakan penduduk yang jumlah Muslimnya terbesar di dunia ini dibunuhi imannya secara sistematis dijadikan pelaku-pelaku kemusyrikan baru dengan sebutan inklusivismer, pluralism agama, dan multikulturalisme itu?
Relakah generasi dan anak-anak Muslim se-Indonesia ini dijerumusukan oleh para pembawa ajaran kemusyrikan baru itu?
Dan relakah negeri ini menyedot uang dari rakyat (ingat, 70 persen penghasilan Negara adalah dari pajak, dan itu tentu disedot dari penduduk) yang mayoritas Muslim namun justru untuk membiayai perusakan iman Umat Islam diganti dengan kemusyrikan baru yang akan menjerumuskan ke neraka kekal selama-lamanya?
Relakah wahai saudara-sauadara?