Istilah “jilbab gaul”, “jilbab modis” atau “jilbab keren”…tentu tidak asing di telinga kita, karena nama-nama ini sangat populer dan ngetrend di kalangan para wanita muslimah.
Bahkan kebanyakan dari mereka merasa bangga dengan mengenakan
jilbab model ini dan beranggapan ini lebih sesuai dengan situasi dan
kondisi di jaman sekarang.
Ironisnya lagi, sebagian dari mereka justru menganggap jilbab yang sesuai dengan syariat
adalah kuno, kaku dan tidak sesuai dengan tuntutan jaman. Inilah yang
terjadi jika berpakaian ala barat yang transparan dan sangat memamerkan
aurat telah menjadi budaya kaum muslimin. Inilah yang terjadi jika
wanita-wanita kita jauh dari pemahaman agama yang benar
Sebelum memahami lebih lanjut, ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu
>>> Apa itu Jilbab?, dan
Ketahuilah…
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ
سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ
كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ
الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا
وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat:
[1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul
manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring.
Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium
baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Lihatlah gambar punuk unta yang dilingkari berikut..! dan bandingkan dengan gambar-gambar para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring setelahnya..
Punuk Onta |
Kerudung Punuk Onta |
Kerudung gaul Menyerupai Punuk Onta |
Camel Hijab |
Tangan juga aurat mbak…!
transparant, berpakaian tapi telanjang
Kerusakan seperti ini tidak muncul di zaman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam karena sucinya zaman beliau, namun kerusakan ini baru
terjadi setelah masa beliau wafat. Hadits ini sangat mencela dua
golongan semacam ini. (Lihat Syarh Muslim, 9/240 dan Faidul Qodir,
4/275).
Wahai Rabbku. Dan zaman ini lebih nyata lagi terjadi dan kerusakannya lebih parah.
Saudariku, pahamilah makna ‘kasiyatun ‘ariyatun’
An Nawawi dalam Syarh Muslim ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan bahwa ada beberapa makna kasiyatun ‘ariyatun.
Wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepada-Nya.
Wanita yang mengenakan pakaian, namun kosong dari amalan kebaikan
dan tidak mau mengutamakan akhiratnya serta enggan melakukan ketaatan
kepada Allah.
Wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja
menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang
berpakaian tetapi telanjang.
Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam
tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat
Syarh Muslim, 9/240)
Pengertian yang disampaikan An Nawawi di atas, ada yang bermakna
konkrit dan ada yang bermakna maknawi (abstrak). Begitu pula dijelaskan
oleh ulama lainnya sebagai berikut.
Ibnu ‘Abdil Barrrahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun
‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis yang
menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota
tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian,
namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Muslimah,
125-126)
Al Munawi dalam Faidul Qodir mengatakan mengenai makna
kasiyatun ‘ariyatun, “Senyatanya memang wanita tersebut berpakaian,
namun sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan
pakaian yang tipis sehingga dapat menampakkan kulitnya. Makna lainnya
adalah dia menampakkan perhiasannya, namun tidak mau mengenakan pakaian
takwa. Makna lainnya adalah dia mendapatkan nikmat, namun enggan untuk
bersyukur pada Allah. Makna lainnya lagi adalah dia berpakaian, namun
kosong dari amalan kebaikan. Makna lainnya lagi adalah dia menutup
sebagian badannya, namun dia membuka sebagian anggota tubuhnya (yang
wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan dirinya.” (Faidul Qodir,
4/275)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnul Jauziy. Beliau mengatakan bahwa makna kasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna.
Wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam
tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia
telanjang.
Wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang.
Wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur kepada-Nya. (Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, 1/1031)
Kesimpulannya adalah kasiyatun ‘ariyat dapat kita maknakan: wanita
yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya dan
wanita yang membuka sebagian aurat yang wajib dia tutup.
Tidakkah Engkau Takut dengan Ancaman Ini
Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
wanita yang berpakaian tetapi sebenarnya telanjang , dikatakan oleh
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “wanita seperti itu tidak akan
masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium
selama perjalanan sekian dan sekian.”
Perhatikanlah saudariku, ancaman ini bukanlah ancaman biasa.
Perkara ini bukan perkara sepele. Dosanya bukan hanya dosa kecil.
Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas.
Wanita seperti ini dikatakan tidak akan masuk surga dan bau surga saja
tidak akan dicium. Tidakkah kita takut dengan ancaman seperti ini?
An Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘wanita tersebut tidak akan masuk surga’. Inti dari penjelasan beliau rahimahullah:
Jika wanita tersebut menghalalkan perbuatan ini yang sebenarnya haram
dan dia pun sudah mengetahui keharaman hal ini, namun masih menganggap
halal untuk membuka anggota tubuhnya yang wajib ditutup (atau
menghalalkan memakai pakaian yang tipis), maka wanita seperti ini kafir,
kekal dalam neraka dan dia tidak akan masuk surga selamanya. Dapat kita
maknakan juga bahwa wanita seperti ini tidak akan masuk surga untuk
pertama kalinya. Jika memang dia ahlu tauhid, dia nantinya juga akan
masuk surga. Wallahu Ta’ala a’lam. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)
Jika ancaman ini telah jelas, lalu kenapa sebagian wanita masih
membuka auratnya di khalayak ramai dengan memakai rok hanya setinggi
betis? Kenapa mereka begitu senangnya memamerkan paha di depan orang
lain? Kenapa mereka masih senang memperlihatkan rambut yang wajib
ditutupi? Kenapa mereka masih menampakkan telapak kaki yang juga harus
ditutupi? Kenapa pula masih memperlihatkan leher?!
Sadarlah, wahai saudariku! Bangkitlah dari kemalasanmu! Taatilah
Allah dan Rasul-Nya! Mulailah dari sekarang untuk merubah diri menjadi
yang lebih baik.
Wanita Berkonde
Diharamkan bagi wanita memakai konde, dengan menyambung rambutnya
dengan rambut orang lain atau rambut palsu. Pelakunya mendapatkan
laknat, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ
”Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan yang minta
disambung (dengan rambut lain), yang membuat tato dan yang minta
dibuatkan tato”. [HR Muslim].
Sambungan Rambut atau Konde |
Wig |
Sebagian ulama membolehkan wanita menyambung rambutnya dengan
selain rambut manusia. Misalnya, dengan rambut binatang, benang atau
dari serat.
Imam Al Laits bin Sa’id berkata: “Sesungguhnya larangan menyambung
rambut itu khusus menyambung dengan rambut. Tidak mengapa seorang
wanita menyambung rambutnya dengan wol atau kain”.[Ibnu Hajar Al
Asqalani, Fathul Baari (10/375), Imam An Nawawi, Syarah Shahih Muslim,
(14/104)]
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair, beliau berkata:
لاَبَأْسَ بِالْقَرَامِلِ
”Tidak mengapa (menyambung rambut) dengan qaramil (sejenis tumbuhan yang batangnya sangat lunak)”.
Fairuz Abadi berkata,”Sa’id bin Jubair berpendapat, yang
dilarang ialah menggunakan rambut manusia. Adapun bila menyambungnya
dengan sobekan kain, atau benang sutera dan lainnya, maka tidak
dilarang.” Al Khaththabi berkata,”Para ulama memberikan keringanan
menggunakan qaramil, karena orang yang melihatnya tidak ragu, bahwa yang
demikian itu palsu (bukan rambutnya yang asli).” [Fairuz Abadi, ‘Aunul
Ma’buud, (11/228-229)]
Ibnu Qudamah berkata,”Yang diharamkan ialah menyambung
rambut dengan rambut, karena terdapat tadlis (unsur penipuan) dan
menggunakan sesuatu yang masih diperdebatkan kenajisannya. Adapun selain
itu, maka tidak diharamkan, karena tidak mengandung makna ini (tadlis
dan najis), juga adanya maslahah untuk mempercantik diri kepada suami
dengan tidak mendatangkan madharat (bahaya).”[9]
Namun berdasarkan keumuman larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, sebaiknya seorang wanita tidak melakukan wishal (menyambung
rambut). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
زَجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَصِلَ الْمَرْأَةُ بِرَأْسِهَا شَيْئًا
“Rasulullah melarang wanita menyambung rambutnya dengan sesuatu”. [HR Muslim].
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ
سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ
كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ
الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا
وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
”Dua golongan dari ahli neraka yang tidak pernah aku lihat:
seorang yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang dia memukul
orang-orang, dan perempuan yang berpakaian tetapi telanjang,
berlenggok-lenggok, kepalanya bagaikan punuk onta yang bergoyang. Mereka
tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya, sekalipun ia
bisa didapatkan sejak perjalanan sekian dan sekian”. [HR Muslim].
Imam An Nawawi menukil perkataan Imam Al Qurthubi yang berbunyi:
“Rambut mereka diumpamakan seperti punuk onta, karena mereka mengangkat
sanggul rambutnya ke bagian tengah kepalanya untuk menghias dirinya dan
ia berpura-pura melakukan itu agar dianggap memiliki rambut yang lebat
(panjang)”.[ Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari (10/375)]
Seorang wanita tidak perlu merasa malu dengan rambutnya yang
sedikit karena itu bagian dari karunia Allah. Ditambah lagi, itu juga
tidak ada yang melihat, karena ia tutup dengan jilbab (hijab)nya. Adapun
mengikat rambut dengan selain rambut, maka itu diperbolehkan.
Al Qadhi ‘Iyadh Al Maliki berkata, “Adapun mengikat rambut dengan
sutera yang diberi warna dan lainnya yang tidak menyerupai rambut, maka
tidaklah dilarang. Karena ia tidak termasuk wishal (menyambung) dan
tidak bertujuan untuk itu. Itu hanya sekedar sebagai penghias.” [Imam An
Nawawi, Syarah Shahih Muslim, (14/104-105)]
Dan inilah yang dimaksud dengan menyambung rambut yang dibolehkan oleh para ulama di atas.Wallahu a’lam.
[Di Sadur dari novieffendi dot com, Raih Amal Shalih Silakan Disebarkan]